sip

sip
ditengah

Senin, 10 Januari 2011

KHALIFAH ‘ALI


KHALIFAH ‘ALI

Tugas Makalah Ini Untuk Memenuhi Mata Kuliah
SEJARAH PERADABAN ISLAM
Dosen pengampu: Tasmin MAg




Di susun oleh:

NAMA       :             BUKHORI
NIM           :             903300509

PRODI TAFSIR HADITS JURUSAN USHULUDDIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)  KEDIRI
TAHUN 2009-2010

PENDAHULUAN

Berbeda dengan biografi ketiga tokoh al-Khulafa ar-Rasyidin, Ali bin Abi Talib punya kedudukan tersendiri dalam sejarah umat islam. Selain masih saudara sepupu Nabi Muhammad, ia juga menjadi menantunya karena pernikahannya dengan Fatimah putri Nabi. Dari perkawinan ini lahir Hasan dan Husain. Permusuhan antar Bani Umayah dengan Bani Hasyim, yang pada tahun-yahun permulaan Islam telah terkikis habis, setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, pemyakit lama jahiliah kambuh lagi, dan mencapai puncaknya setelah di bunuhnya Husain, putra kedua dari Ali bin Abi Talibdan sebagai besar anggota keluarganya di Karbala oleh pasukan Yazid. Bani Hasyim berusaha hendak menuntut bela dan mengklaim hak waris politik mereka dalam kekhalifahan. Hal ini menimbulkan pertentangan yang lebih parah terus menerus.
            Ali bin Abi Talib dikenal sebagai salah seorang sahabat besar, berakhlak mulia, zahid yang di jadikan teladan, bersikap lemah lembut terhadap siapapun, dan dari keluarga Nabi, dengan kecendrungan pada keadilan dan kebenaranyang sangat kuat. Dia memang intelek, cerdas dan pemberani. Watak dan sifat-sifatnya yang terpuji memangdi buktikan oleh para sejarah. Sudah di akui secara umum , seperti yang di katakana oleh para sejarawan. Ia disegani dan menjadi tempat bertanya para shabat dan siapa saja, dan sekaligus dicintai.
            Karena sebagian halaman sejarah habis untuk penampilan soal-soal konflik dan perang, kita tidak mendapat gambaran yang jelas misalnya tentang mula lahirnya ilmu nahu Sharaf , yang menurut sebagian sumber lahir mula-mula pada masa Ali bin Abi Talib dan Abu Aswad ad-Duali, sekalipun dalam bentuknya yang masih sederhana, sehingga tak sampai satu abad kemudian di Basrah lahir ilmu nahu, yang diteruskan dengan kamus bahasa Arab yang pertama dan ilmu arud (prosodi) dalam syair seperti yang dikenal sekarang,di ciptakan oleh Imam Khalil bin Ahmad (w 170 H/786 M) dan dilanjutkan oleh murid-muridnya yang tidak sedikit, seperti Sibawaih dan al-Asma’I, yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai bintang-bintang bahasa dan sastra Arab yang ikut menyinari sejarah kebudayaan Islam yang mula-mula.



Rumusan Masalh
1.Siapakah Ali bin Abi Talib?
2.Bagaimana mekanisme pengangkatan dan pemilihan Khalifah?
3.Bagaimana kebijakan politik Khalifah?
4.bagaimana akhir dari pemerintahan Khalifah?

A.Biografi Khalifah
           
            Perkawinan Abu talib ibn Abdul-Muttalib bin Hasyim bin Abdu manaf dengan Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu-Manaf merupakan pertama kali terjadi antara sesame Keluarga hasyim. Moyang mereka bertemu pada Hasyim, meskipun Asad hanya saudara seayah dengan Abdul-Muttalib.
Dari pasangan ini kemudian lahir anak laki-laki, yang oleh ibunya ketika lahir diberi nama Haidarah, atau Haidar-yang berarti singa, seperti nama ayahnya, Asad, yang juga berarti8 singa. Tetapi Abu Talib memberi nama Ali-yang berarti luhur,tinggi dan agung, nama yang kemudian lebih dikenal, nama yang memang sesuai dengan sifat-sifatnya. Ali orang yang pertama dari kalangan Kuraisy yang lahir dari ibu-bapa sama-sama dari Bani Hasyim. Sebelum itu keluarga Bani Hasyim selalu bersemenda dengan keluarga lain diluar mereka.
Ia di lahirkan di Mekah, tepatnya di ka’bah, Masjidiloharam, kota kelahiran Bani Hasyim, jum’at 13 rajab (sekitar tahun 600 Masehi). Orang berbeda pendapat mengenai tahun kelahirnya ini. Kalau dikatakan ia lahir tiga puluh dua tahun setelah tahun kelahiran Nabi Muhammad, mungkin di dasrkan catatan sejarah, yang pada umumnya menyebutkan, bahwa sepupunya itu lahir pada tahun 570 Masehi.[1]
 Ia adalah sepupu Nabi saw, yang telah ikut bersamanya sejak bahaya kelaparan mengancam kota madinah, demi untuk membantu keluarga pamannya yang mempunyai banyak putra. Abbas, paman Nabi yang lain membantu Abi Talib dengan memelihara Ja’far, anak Abi Talib yang lain. Ia telah masuk Islam dalam waktu yang masih berada pada umur sangat muda. Ketika Nabi menerima wahyu yang pertama, menurt hasan, Ali berumur 13 tahun, atau 9 tahun menurut Mahmudunnasir. Ia menemani Nabi dalam perjuangan menegakan Islam, baik di Mekah maupun di Medinah, dan dia diambil menantu oleh Nabi saw, dengan mengawinkannya dengan Fatimah, salah seorang putri Rasulullah, dan dari sisi inilah keturunan Nabi saw berkelanjutan. Karena kesibukannya merawat dan memakamkan jenajah Rasulullah saw, ia tidak berkesempatan membaiat Abu Bakar sebagai Khalifah, tetapi ia baru membaiatnya setelah Fatimah wafat[2]

B.Mekanisme pemilihan dan pengangkatan Khalifah
            Muslimin dalam kesedihan sangat mendalam, dan dalam kebingungan setelah kematian Usman. Selama lima hari berikutnya mereka tanpa peminpin. Sejarah sedang kosong buat Madinah, selain pemberontak yang selama itu pula membuat kekacauan dan menanamkan ketakutan di hati orang.
            Kaum pemberontak mengadakan pendekatan kepada Ali bin Abi Talib dengan maksud mendukungnya sebagai khalifah, di pelopori oleh al-Gafiqi dari pemberontak Mesir sebagai kelompok terbesar. Tetapi Ali menolak. Setelah Khalifah Usman tak ada orang lain yang pantas menjadi Khalifah daripada Ali bin Abi Talib. Dalam kenyataanya Ali merupakan tokoh oaling populer saat itu. Di samping itu, memang tak seorang pun ada yang mengklaim atau mau tampil mencalonkan diri atau di calonkan untuk menggantikan Khalifah Usman-termasuk Muawiyah bin Abi Sufyan-selain nama Ali bin Abi Talib.di samping itu, mayoritas umat muslimin di Madinah dan kota-kota besar lainnya sudah memberikan pilihannya pada Ali, kendati ada beberapa kalangan, kebanyakan dari Bani Umayah yang tidak mau membaiat Ali, dan sebagian mereka ada yang pergi ke Suria.
            Selain mereka, ada beberapa sahabat penting di Madinah, dari Muhajirin dan Ansar, seperti Sa’d bin Abi Waqqas, Muhammad bin Maslamah, Usamah bin Zaid, Hasan bin Sabit, Ibnu Umar dan beberapa yang lain, yang juga belum bersedia membaiatnya
            Rupanya Sa’d bin Abi Waqqas tidak ingin jika masih ada golongan diluar yang tidak sepakat. Ia baru akan membaiatnya apabila muslimin yang lain juga membaiat. Pendiriannya itu diikuti juga oleh sahabat-sahabat yang lain. Seperti Ali mereka juga tidak ingin ada perpecahan dalam umat. Namun karena berbagai desakan, Ali meminta masalah ini di bawa ke masjid Nabawi. Ternyata kebanyakan dari sahabat di Madinah melihat dialah yang paling tepat menjadi khalifah setelah Usman ra.
            Beberapa hari setelah pembunuhan Usman, stabilitas keamanan Kota Madinah menjadi rawan. Gafiqy ibn Harb memegang keamanan ibu kota Islam itu selama kira-kira 5 hari sampai terpilihnya Khalifah yang baru. Kemudian Ali bin Abi Talib tampil menggantikan Usman, menerima sumpah setia (baiat) dari sejumlah kaum Muslimin. Sjadzali menerangkan bahwa Madinah saat itu sedang kosong, para sahabat banyak yang berkunjung ke wilayah-wilayang yang baru di taklukan. Para sahabat tinggal sedikit yang berada di Madinah, mereka itu antara lain ialah alhah ibn Ubaidillah dan Zubair ibn Awwam. Sedangkan mereka itu semuanya menyokong Ali, seperti Sa’ad ibn Abi Waqqas dan Abdullah ibn Umar. Ali menanyakan di mana keberadaan mereka itu, karena mereka lah yang berhak menentukan siapa yaqng bakal menjadi khalifah lantaran keseniorannya dan mengikuti perang Badr. Maka, munculah Talhah, Zubair dan Sa’ad membaiat Ali yang kemudian diikuti oleeh banyaki orang baik dari kalangan Ansar maupun Muhajirin, dan yang paling awal membaiat Ali adalah Talhahibn Ubaidillah[3]

C.Kebijakan pemerintahan Khalifah
            Amirul mukminin terus melangkah mengadakan pembersihan dalam lingkungan pejabatnya. Untuk menggantikan para gubernur lama ia mengangkat sepupunya Abdullah bin Abbas untuk Yaman menggantika Ya’la bin Umayyah. Ia tidak menemui kesulitan, karena ketika Abdullah ibn Abbas tiba Ya’la sudah pergi ke Makah dengan membawa hartanya. Banyak orang yang pergi ke Makah, karena di tempat suci ini, sebagai tempat berlindung orang merasa lebih aman, tak boleh diganggu.
            Yang pertama di selesaikan oleh Khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menaraik kembali semua tanah dan hibah yang telah di bagikan oleh Usman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan Negara. Ali  juga segera menurunkan semua gubernur yang tidak disenangi rakyat. Uman ibn Hanif diangkat menjadi penguasa Basrah menggantikan Ibnu Amir, Qais dikirim ke Mesir untuk menggantikan gibernur negeri itu yang di jabat oleh Abdullah. Gubernur Suriah, Muawiyah, juga diminta meletakan jabaan, tetapi ia menolak perintah Ali. Bahkan ia tidak mengakui kekhalifahannya.
            Oposisi terhadap khalifah secara terang-terangan dimulai oleh Aisyah, Talhah dan Zubair. Meskipun masing-masing mempunyai alasan pribadi sehubungan dengan penentangan terhadap Ali.[4] Mereka sepakat menuntut khalifah segera menghukum para pembunuh Usman. Tuntutan yang sama juga diajukan oleh muawiyah, dan bahkan ia memanfaatkan peristiwa berdarahitu untuk menjatuhkan legalias kekuasaan Ali, dengan membangkitkan kemarahan rakyatdan menuduh Ali sebagai orang yang mendalangi pembunuhan Usman, jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum pembunuh yang sesungguhnya.
            Tetapi tuntutan mereka itu tidak mungkin dikabulkan oleh khalifah.. pertama, karena tugas utama yang mendesak dilakukan dalam situasi kritis yang penuh intimidasi seperti saat itu ialah memulihkan ketertiban dan mengkonsolidasikan kedudukan kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh bukanlah perkara mudah, khalifah Usman tidak dibunuh oleh hanya satu orang saja, melainkan banyak orang dari mesir,Irak dan Arab secara langsung terlibat dalam perbuatan makar tersebut.
            Khalifah Ali sebenarnya ingin menghindari pertikaian dan mengajukan kompromi kepada Talhah dan kawan-kawan, tetapi tampaknya penyelesaian damai sulit dicapai. Maka kontak senjata tak dapat dielakan lagi. Talhah dan Zubair terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah dikembalikan ke Madinah. Peperangan ini terkenal dengan nama “Perang Unta” (Jamal), yang terjadi pada tahun 36 H, karena Aisyah, janda Nabi saw. Menaiki unta dalam pertempuran tersebut. Dalam pertempuran tersebut 20.000 kaum Muslimin gugur
            Perang unta menjadi sangat penting dalam catatan sejarah Islam, karena peristiwa itu memperkihattkan sesuatu yang baru dalam Islam, yaitu untuk pertama kalinya seorang Khalifah turun ke medan laga meminoin langsung angkatan perangnya, dan justru bertikai melawan saudara sesame Muslim
            Segera sesudah menyelesaikan gerakan Talhah dan kawan-kawan, pusat kekuasaan Islam dipindahkan kekota Kufah. Sejak itu berakhirlah Madinah sebagai ibu kota kedaulatan Islam dan tidak ada lagi seorang khalifah yang berkuasa berdiam disana. Sekarang Ali adalah peminpin dari seluruh wilayah Islam, kecuali Suriyah.[5]
            Dengan dikuasainya Suriyah oleh Muawuyah, yang secara terbuka menantang Ali, dan penolakannya atas perintah meletakan jabatan gubernur, memaksa Khalifah Ali untuk bertindak. Pertempuran sesame Muslim terjadi lagi, yaitu antara angkatan perang Ali dan pasukan Muawiyah dikota ttua Siffin dekat sungai Euphrat, pada tahun 37 H. khalifah Ali mengerahkan 50.000 pasukan untuk menghadapi Muawiyah. Sebenarnya pihak Muawiyah telah terdesak kalah, dengan 7.000 pasukannya terbunuh, yang menyebabkan mereka mengangkat Al-Qur’an sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Khalifah diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari sedangkan Muawiyah diwakili oleh ‘Amr ibn Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut Khalifah dan Muawiyah harus meletakan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu musa pertama kali menurunkan Ali sebagai khalifah. Tetapi ‘Amr bertindak sebaliknya, tidak menurunkan Muawiyah tetapi justru mengangkatnya sebagai Khalifah, karena Ali telah diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Siffin yang di akhiri melalui tahkim (abritase), yakni perselisihan yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil, wasit ternyata tidak menyelesaikan masalah, kecuali menegaskan bahwa gubernur yang maker itu mempunyai kedudukan yang setingkat dengan khalifah,dan menyebabkan lahirnya golongan khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali, yang berjumlah kira-kira 12.000 orang.
            Khawarij yang bermarkas di Nahrawan benar-benar merepotkan Khalifah, sehingga memberikan kesempatan kepada pihak Muawiyahuntuk memperkuat dan dan meluaskan kekuasaannya sampai mampu merebut Mesir. Akibatnya sungguh sangat fatal bagi Ali. Tentara Ali semakin lemah, sementara kekuasaan Muawiyah bertambah besar. Keberhasilan Muawiyah mengambil propinsi Mesir, berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan supali ekonomi dari pihak Ali
            Karena kekuatannya telah banyak menurun, terpaksa Khalifah Ali menyetujui perjanjian damai dengan Muawiyah, yang secara politis berarti Khalifah mengakui  keabsahan kepemilikan Muawiyah atas Suriah dan Mesir. Kompromi tersebut tanpa diduga ternyata mengeraskan amarah kaum Khawarij untuk menghukum orang-orang yang tidak disukai.   

D.Akhir pemerintahan
Pada tahun 40 H, Khawarij yang akan melaksanakan pembunuhan terdiri dari tiga orang dan telah mencapai kesepakatan mengenai tempat, tanggal dan waktu pelaksanaannya. Yang pertama Abdullah bin Muljam al-Himyari al-muradi yang akan berangkat ke Kufah untuk membunuh Amirulmukminin Ali, yang kedua al-Burak atau al-Hajjaj bin Abdullah at-Tamimi akan ke Syam untuk membunuh Muawiyah, dan yang ketiga Amr bin Abu Bakr at-Tamimi akan pergi ke Mesir dengan tugas membunuh Amr bin As. Pelaksanaannya di tentukan dalam waktu yang sama, yakni saat mereka pergi ke mesjid akan melaksanakan shalat subuh, Tepat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H (661). Selama beberapa bulan itu mereka masih tinggal di Makah sambil melakukan umrah. Setelah itu mereka berangkat ke tujuan masing-masing.
Pada waktu yang sudah di tentukan itu, di masjid Damsyik Hajjaj sudah menunggu Mu’awiyah yang akan melaksanakan salat subuh. Tetapi ia tidak berhasil karena saat mengayunkan pedangnya ia di sergap oleh pengawal Mu’awiyah sehingga pedang itu hanya mengenai bokong nya, dan orang itu menemui ajalnya atas perintah Muawiyah.
Amr bin Bakr juga tidak berhasil, karena pada waktu yang sudah di tentukan itu Amr bin ‘As sedang sakit sehingga tidak pergi ke masjid, dan di gantikan oleh Kharijah bin Habib as-Sahmi, maka orang ini yang menjadi korban dan tewas oleh pedang Amr bin Bakr, dan Amr pun kemudian di bunuh atas perintah Amr bin ‘As
Tinggal Abdurrahman bin Muljam, yang sudah berada di Kufah menunggu saat yang di tentukan. Temgah malam itu ia keluar di Bantu oleh seorang teman, konon sepupunya bernama Syahib. Mereka bersembunyi di masjid, menunggu sambil menghadap ke pintu masuk yang biasa di lalui oleh Amirulmukminin. Pada tanggal 17 Ramadhan itu, begitu terlihat Imam Ali yang dating sambil berulang-ulang menyerukan salat, mereka menyambutnya di depan pintu masjid dengan pukulan pedang. Pedang Abdurahman bin Muljam mengenai dahinya tembus sampai ke otak, sedang pukulan Syahib meleset. Ali pun roboh tersungkur sambil berkata : tangkap orang itu !!
Abdurahman bin Muljam tertangkap dan temannya terbunuh ketika melarikan diri. Ali dibawa kerumahnya dan tinggal selama dua hari satu malam. Sebelum ajal tiba, Ali tidak menebut-nyebut nama penggantinya, dan ketika di mintai pendapatnya mengenai kemungkinan hasan anaknya yang akan menjadi penggantinya ia menjawab: “saya tidak melarang kalian dan memerintahkan”
Dengan sedikit perbedaan mengenai waktu dan tempat, umumnya kalangan sejarawan mengatakan, bahwa serangan terhadap Amirulmukminin Ali bin Abi Talib terjadi pada 17 Ramadhan dan wafat pada 20 Ramadhan 40 H/661 M.gugur sebagai Syahid dalam usia 63 tahun. Jenazah khalifah Ali di mandikan oleh Hasan, Husain dan sepupunya Abdullah bin ja’far, setelah itu hasan bertakbir tujuh kali. Sedangkan wilayah islam sudah meluas lagi baik ke timur, Persia, Maupun ke bara, Mesir.
              





KESIMPULAN
. Ali orang yang pertama dari kalangan Kuraisy yang lahir dari ibu-bapa sama-sama dari Bani Hasyim. Sebelum itu keluarga Bani Hasyim selalu bersemenda dengan keluarga lain diluar mereka.Ia di lahirkan di Mekah, tepatnya di ka’bah, Masjidiloharam, kota kelahiran Bani Hasyim, jum’at 13 rajab (sekitar tahun 600 Masehi).
Yang pertama di selesaikan oleh Khalifah Ali ialah menghidupkan cita-cita Abu Bakar dan Umar, menaraik kembali semua tanah dan hibah yang telah di bagikan oleh Usman kepada kaum kerabatnya ke dalam kepemilikan






DAFTAR PUSTAKA

Audah,Ali. Ali Bin Abi talib (Jakarta:Pustaka litera antar Nusa),

At-Tabari, op, cit . 460-470

Hasan, sejarah, op. cit 59-61

Mahmudunnasir, op. cit, 196-197

Sjadazali, op. cit 27-=28

TUJUAN HUKUMAN DAN TERAPI SOSIAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukuman merupakan bagian dari syariat Islam yang berlaku semenjak diutusnya Rasulullah SAW. Oleh karenanya, pada zaman Rasulullah dan khulafaur Rasyidin, hukum pidana islam berlaku sebagai hukum publik, yaitu hukum yang di atur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau ulil amri, yang pada masa itu dirangkap oleh Rasulullah sendiri dan kemudian diganti oleh khulafaur rasyidin.
Dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang apa pengertian hukuman dan juga berserta macam-macam dan syarat-syarat hukuman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hukuman?
2. Apa tujuan dari hukuman?
3. Apa saja tujuan hakuman pada hukum positif?
4. Apa saja macam-macam hukuman?













BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukuman
Hukuman dalam bahasa arab disebut uqubah.lafaz ’uqubah menurut bahasa berasal dari kata :( عقب ) yang sinonimnya (خَلَفَ وَجَاءَ بِعَقَبِهِ). Artinya mengiringinya dan datang dibelakangnya. Dalam pengertian yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah. Barang kali lafaz tersebut bisa diambil dari kata :( عقب ) yang sinonimnya (جَزَاهُ سَوَاءً بِمَافَعَلَ), artinya membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.
Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan sesudah perbuatan itu dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan yang menyimpang yang telah dilakukannya.
Dalam bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai ”siksa dan sebagainya”. Atau ”keputusan yang dijatuhkan oleh hakim.”
Menurut hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti didefinisikan oleh Abdul Qadir Audah sebagai berikut :
اَلْعُقُوبَةُ هِيَ الجَزَءُ الْمُقَرَّرُ لِمَصْلَحَةِ الجَمَاعَةِ عَلىَ عِصْيَانِ اَمْرِالشَّارِعِ
”Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk memelihara kepentingan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara’.”
Dari definisi tersebut dapatlah dipahami, bahwa hukuman adalah salah satu tindakan yang diberikan oleh syara’ sebagai pembalasan atas perbautan yang melanggar ketentuan syara’ dengan tujuan untuk memelihara ketertiban dan kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi individu.

B. Tujuan Hukuman
Tujuan hukuman dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syariat islam adalah sebagai berikut:
1. Pencegahan (اَلرَّدْعُ والزَّجْرُ )
Pengertian pencegahan adalah menahan orang yang berbuat jarimah agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimanya, atau agar ia tidak terus-menerus melakukan jarimah tersebut. Disamping mencegah pelaku pencegahan juga mengandung arti mencegah orang lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah, sebab ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan perbuatan yang sama. Dengan demikian, kegunaan pencegahan adalah rangkap yaitu menahan orang yang berbuat itu sendiri untuk tidak mengulangi perbuatannya dan menahan orang lain untuk tidak berbuat seperti itu serta menjauhkan diri dari lingkungan jarimah.
Oleh karena perbuatan yang diancam dengan hukuman adakalanya pelanggaran terhadap larangan (jarimah positif) atau meninggalkan kewajiban maka arti pencegahan pada keduanya tentu berbeda. Pada keadaan yang pertama (jarimahpositif) pencegahan berarti upaya untuk menghentikan perbuatan yang dilarang, sedangkan pada keadaan yang kedua (jarimah negatif) pencegahan berarti menghentikan sikap tidak melaksanakan kewajiban tersebut sehingga dengan dijatuhkannya hukuman diharapkan ia mau menjalankan kewajiba. Contohnya seperti penerapan hukuman terhadap orang yang meninggalkan shalat, atau tidak mau mengeluarkan zakat.

2. Perbaikan dan pendidikan (اَلإِصْلاَحُ وَاالتَّهْذِيْبُ)
Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik pelaku jarimah agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari kesalahannya. Disini terlihat bagaimana perhatian syariat Islam terhadap diri pelaku. Dengan adanya hukuman ini,diharapkan akan timbul dalamdiri pelaku suatu kesadaran bahwa ia menjauhi jarimah bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri dan kebenciannya terhadap jarimah serta dengan harapan mendapat ridha dari Allah SWT. Kesadaran yang demikian tentu saja merupakan alat yang sangat ampuh untuk memberantas jarimah. Karena seseorang sebelum melakukan suatu jarimah, ia akan berfikir bahwa tuhan pasti mengetahui perbuatannya dan hukuman akan menimpa dirinya, baik perbuatannya itu diketahui oleh orang lain atau tidak. Demikian juga jika ia dapat ditangkap oleh penguasa negara kemudian di jatuhi hukuman di dunia, namun pada akhirnya i atidak akan dapat menghindarkan diri dari hukuman akhirat.
Disamping kebaikan pribadi perilaku, sayriat Islam dalam menjatuhkan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik yang diliputi oleh rasa saling menghormati dan mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya.

C. Tujuan Hukuman pada Hukum Positif
Sebelum timbulnya teori terbaru tentang tujuan hukuman, hukum positif telah mengalami beberapa fase. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fase balasan perseorangan
Pada fase ini, hukuman berada di tangan perseorangan yang bertindak atas dasar perasaan hendak menjaga diri mereka dari penyerangan dan dasar naluri hendak membalas orang yang menyerangnya.

2. Fase balasan tuhan atau balasan umum
Adapun yang dimaksud balasan Tuhan adalah bahwa orang yang berbuat harus menebus kesalahannya. Sedangkan balasan umum adalah agar orang yang berbuat merasa jera dan orang lain pun tidak berani meniru perbuatannya. Hukuman yang didasarkan atas balasan ini tidak lepas dari unsur-unsur negatif seperti berlebihan dan melampaui batas dalam membreikan hukuman.
3. Fase kemanusiaan
Pada fase kemanusiaan, prinsip-prinsip keadilan dan kasih sayang dalam mendidik dan memperbaiki diri orang yang berbuat telah mulai dipakai. Bahkan memberi pelajaran dan mengusahakan kebaikan terhadap diri pelaku merupaka tujuan utama. Pada fase tersebut muncul teori dari sarjana Italia Becaria yang mengatakan bahwa suatu hukuman harus di batasi dengan batas-batas keadilan dan kepentingan sosial.
4. Fase keilmuan
Pada fase ini muncullah aliran Italia yang di dasarkan kepada tiga pikiran, yaitu sebagai berikut:
1. Hukuman mempunyai tugas dan tujuan ilmiah, yaitu melindungi masyarakat dari perbuatan-perbuatan jarimah dengan cara pencegahan.
2. Macam, masa dan bentuk hukuman bukanlah aturan-aturan abstrak yang mengharuskan diberlakukannya pembuat-pembuat jarimah dalam tingkatan dan keadaan yang sama, besarnya hukuman juga harus memperhatikan berbagai faktor, seperti keadaan pelaku, faktor-faktor yang mendorongnya dan keadaan di mana jarimah itu terjadi.
3. Kegaiatan masyarakat dalam memerangi jarimah, selain ditujukan kepada para pelakunya juga harus ditunjukkan untuk menanggulangi sebab-sebab dan faktor-faktor yang menimbulkan jarimah tersebut.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa apa yang dikemukakan oleh teori-teori hukum positif tentang tujuan hukuman, sebenarnya sudah dikemukaakn oleh syariat Islam. Sebab hukuman dalam syariat Islam diadakan untuk kepentingan masyarakat, memperbaiki individu dan memelihara masyarakat dari perbuatan-perbuatan jarimah.

D. Syarat-Syarat Hukuman
Agar hukuman itu diakui keberadaannya maka harus dipenuhi tiga syarat. Syarat-syarat tersebut adalah sebagi berikut:
1. Hukuman harus ada dasarnya dari Syara’
Hukuman dianggap mempunyai dasar (syari’iyah) apabila didasarkan kepada sumber-sumber syara’, seperti Al-qur’an, As sunnah, ijma’ atau undang-undang yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (ulil amri) seperti dalam hukuman ta’zir. Dalam hal hukuman ditetapkan oleh ulil amri maka di isyaratkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syara’. Apabila bertentangan maka ketentuan hukuman tersebut menjadi batal.
Dengan adanya persayaratan tersebut maka seorang hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman atas dasar pemikirannya sendiri walaupun ia berkeyakinan bahwa hukuman tersebut lebih baik dan lebih utama dari pada hukuman yang telah ditetapkan.
2. Hukuman harus bersifat pribadi (Perseorangan)
Hukuman diisyaratkan harus bersifat pribadi atau perseorangan. Ini mengandung arti bahwa hukuman harus dijatuhkan kepada orang yang melakukan tindak pidana dan tidak mengenai orang lain yang tidak bersalah. Syarat ini merupakan salah satu dasar dan prinsip yang ditegakkan oleh syariat Islam dan ini telah dibicarakan berkaitan dengan masalah pertanggung jawaban.
3. Hukuman harus belaku umum
Selain dua syarat yang disebutkan di atas, hukuman juga diisyaratkan harus berlaku umum. Ini berarti bahwa hukuman harus berlaku untuk semua orang tanpa adanya diskriminasi, apapun pangkat, jabatan, status dan kedudukannya. di depan hukum semua orang statusnya sama, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, antar pejabat dengan rakyat biasa, antara bangsawan dengan rakyat jelata.

E. Macam-macam Hukuman
Hukuman dala hukum pidana Islam daopat di bagi kepada beberapa bagian, dengan meninjaunya dari beberapa segi. Dalam hal ini ada lima penggolongan.
1. Ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman yang lainnya, hukuman dapat dibagi kepada empat bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Hukuman pokok (’uqubah ashliyah), yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah yang bersangkutan sebagai hukuman yang asli, seperti hukuman qishash untuk jarimah pembunuhan.
b. hukuman pengganti (’uqubah badaliyah), yaitu hukuman yang menggantikan hukuman poko, apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena alasan yang sah, seperti hukuman diat (denda) sebagai pengganti hukuman qishash, atau hukuman ta’zir sebagai pengganti hukuman had atau hukuman qishash yang tidak bisa dilaksanakan.
c. Hukuman tambahan (’uqubah taba’iyah) yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri.
d. Hukuman pelangkap (’uqubah takmiliyah) yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat harus ada keputusan tersendiri dari hakim dan syarat inilah yang membedakannya dengan hukuman tambahan.
2. Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman maka dapat dibagi menjadi dua bagian.
a. Hukuman yang mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi atau batas terendah.
b. Hukuman yang mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi atau batas terendah.
3. Ditinjau dari segi keharusan untuk memutuskan dengan hukuman tersebut, hukuman dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Hukuman yang sudah ditentukan (‘uqubah muqaddarah) yaitu hukuman-hukuman yang jenis dan kadarnya telah ditentukan oleh syara’ dan hakim berkewajiban untuk memutuskannya tanpa mengurangi, menambah atau menggantinya dengan hukuman yang lain.
b. Hukuman yang belum ditentukan (‘uqubah ghair muqaddarah) yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilih jenisnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh syara’ dan menentukan jumlahnya untuk kemudian disesuaikan dengan pelaku danperbuatannya.
4. Ditinjau dari segi tempat dilakukanya hukuman maka hukuman dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Hukuman badan (‘uqubah badaniyah) yaitu hukuman yang dikenakan atas badan manusia, seperti hukuman mai.
b. Hukuman jiwa (‘uqubah nafsiyah) yaitu hukuman yang dikenakan atas jiwa manusia, bukan badannya seperti ancaman, peringatan.
c. Hukuman harta (‘uqubah maliyah) yaitu hukuman yang dikenakan terhadap harta seorang seperti diat.
5. Ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan hukuman. Hukuman dapat dibagi kepada empat bagian, yaitu:
a. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah huduh
b. hukuman qishash dan diat, hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah qishash dan diat.
c. hukuman kufarat, hukuman yang ditetapkan untuk jarimah qishash dan diat dan beberapa jarimah ta’zir.
d. hukuman tazir hukuman yang ditetapkan atas jarimah-jarimah ta’zir.
Pembagian hukuman yang kelima ini merupakan pembagian yang sangat penting, karena sebenarnya inilah subtansi dari hukuman dalam hukum pidana Islam.


























DAFTAR PUSTAKA

 Anis, Ibrahim, et al. 1969. Al-Mu’jah Al-Wasith. Jus 11 Dariya’ Al-Turats Al-Raby.
 ‘Audah, Abdul Qadir. Tanpa tahun. At-Tasyri’ Al Jina’iyah Al-Islamy. Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Araby.
 Hanafi. 1990. Asa-asas Hukuman Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
 Anton M. Moeliono. 1989. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka























TUJUAN HUKUMAN DAN TERAPI SOSIAL



Makalah ini disusun untuk memenuhi
Salah satu Tugas Mata Kuliah ”Fiqih 2”


Dosen Pengampu :
Halil Thahir, M.HI













Disusun Oleh
M. Khafidul Ulum 9033 006 09

Prodi Tafsir Hadits – Jurusan Ushuluddin
SEKOLAH TINGGA AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2010

Pemikiran Pembaharuan Islam Jamaludin Al Afgani

Pemikiran Pembaharuan Islam Jamaludin Al Afgani
Makalah ini di susun untuk
Memenuhi mata kuliah “PMDI”

Dosen pengampu:

Dr. Moh. Asror Yusuf, MAg



Di susun Oleh:

AFTONUR ROSYAD
933300208

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
JURUSAN USHULUDDIN PRODI TAFSIR HADITS
2010


A. Biografi Jamaluddin Al-Afgani
Jamaluddin al-afgani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam islam yang tempat tinggal dan aktifitasnya berpindah dari suatu Negara ke Negara yang lain. pengaruh terbesar di tinggalkannya di mesir dan oleh karena itu bukanlah tidak pada tempatnya kalau uraian mengenai pemikiran dan atifitasnya di masukkan ke dalam bagian tentang pembaharuan di mesir.
Jamaluddin lahir di afganistan pada tahun 1839 dan meninggal dunia di Istanbul tahum 1897. Ketika baru berusia 22 tahun ia telah menjadi pembantu bagi pengeran dost Muhammad khan di afganistan. Tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian ia di angkat oleh Muhammad ‘Azam Khan menjadi perdana menteri. Dalam pada itu inggris telah mulai mencampuri soal politik dalam negeri afganistan dan dalam pergolakkan yang terjadi al afgani memilih pihak yang melawan golongan yang di sokong inggris. Pihak pertama kalah dan Al Afgani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat kelahirannya dan pergi ke india di tahun 1869.
Di india ia juga merasa tidak bebas bergerak kerena Negara ia telah jatuh ke bawah naungan Inggis, dan oleh karena itu ia pindah mesir di tahun 1871. Ia menetap di kairo dan pada mulanya menjauhi persoalan-persoalan politik mesir dan memusatkan perhatian pada bidang ilmiah dan sastra arab. Rumah tempat tinggal ia menjadi tempat pertemuan murid-murid dan pengikut-pengikutnya. Di sanalah ia memberikan kuliah dan mengadakan diskusi.
Menurut keterangan Muhammad Salam Madkur , para peserta atas orang-orang tekemuka dalam bidang pengadilan, dosen-dosen, mahasiswa dari al azhar serta perguruan tinggi lain. di antara murid Al Afgani yang kemudian menjadi pemimpin kenamaan di mesir seperti Muhammad Abduh dan Sa’ad Zaglul, pemimpin kemerdekaan mesir.
Tetapi ia tidak lama meninggalkan politik. Tahun 1876 turut campur tangan inggris dalam soal politik di mesir makin meningkat. Untuk dapat bergaul dengan orang-orang politik di mesir ia memasuki perkumpulan Fremason Mesir. Di antara anggota perkumpulan ini terdapat Putra Mahkota Taufik.
Di ketika itu ide-ide baru yang di siarkan Al Tahtawi melalui buku-buku terjemahan dan karangannya, telah mulai meluas di kalangan masyarakat mesir, di antaranya ide trias politica dan patriotisme. Telah matang waktunya untuk membentuk suatu partai politik, maka pada tahun 1879 atas usaha Al-Afgani terbentuklah partai Al Hizb al Watani (partai nasional).slogan “mesir untuk orang mesir” mulai kedengaran. Tujuan partai ini selanjutnya ialah memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaan pers dan pemasukan unsur-unsur Mesir ke dalam posisi-posisi dalam bidang militer.
Masa delapan tahun telah menetap di Mesir itu menurut pihak Mesir sendiri mempunyai pengaruh yang tidak kecil bagi umat islam di sana. Menurut M.S. Madkur, Al Afganilah yang membangkitkan gerakan berpikir di mesir sehingga Negara ini dapat mencapai kemajuan. “Mesir modern,” demikian Madkur adalah hasil dari usaha-usaha jamaluddin Al Afgani.
Sewaktu di eropa, Al Afgani mengadakan perundingan dengan Sir Radolph Churchil dan Drummond Wolf tentang masalah mesir dan tentang pemberontakan Al-Mahdi di sudan secara damai. Wolf meminta bantuannya untuk mewujudkan hubungan persahabatan antara Kerajaan Usmani, Persia dan Afganistan. Persahabatan ketiga Negara itu perlu bagi inggris dalam menentang politik rusia itu tidak membawa hasil. Di tahun 1889 Al Afgani di undang datang ke Persia untuk menolong mencari penyelesaian tentang persengketaan Rusia-Persia yang timbul karena politik pro inggris yang di anut pemerintah Persia ketika itu Al Afgani tidak setuju dengan pemberian konsesi-konsesi kepada inggris dan akhirnya timbul pertikaian paham antara Al Afgani dan Syah Nasir al Din. Al Afgani melihat bahwa Syah perlu di gulingkan, tetapi sebelum sempat menjatuhkannya ia telah di paksa keluar dari Persia. Di tahun 1896 Syah di bunuh oleh seorang pengikut Al Afgani.


B. Pengaruh Pemikiran Jamaluddin Al Afgani.
Tetapi kerja sama antara Al Afgani, sebagai pemimpin yang mempunyai pemikiran-pemikiran demokratis tentang pemerintahan, dengan Abdul Hamid, sebagai sultan yang masih mempertahankan kekuasaan otroksi lama, tidak bisa tercapai. Karena takut akan terpengaruh Al Afgani yang demikian besar, kebebasannya di batasi Sultan dan ia tak dapat keluar dari Istanbul. Ia tetap tinggal di sana yang mendapat penghormatan, tetapi pada hakikatnya sebagi tahanan Sultan.
Melihat kegiatan politik yang demikian besar di daaerah yang demikian luas, pada tempatnyalah kalau di katakan bahwa Al Afgani lebih banyak bersifat pemimpin politik dari pada pemimpin dan pemikir pembaharuan dalam islam. Tidaklah salah kalau Stoddard mengatakan bahwa ia sedikit sekali memikirkan masalah-masalah agama dan sebaliknya memusatkan pemikiran dan aktifitas dalam bidang politik. Dan tidak pula mengherankan kalau Goldziher memandang Al Afgani terutama sebagai tokoh politik dan bukan sebagai pemimpin pembaharuan soal-soal agama.
Tetapi dalam pada itu tidak boleh di lupakan bahwa kegiatan politik yang di jalankan Al Afgani sebenarnya di dasarkan pada ide-idenya tentang pembaharuan dalam islam. Kegiatan politik itu timbul sebagai akibat yang semestinya dari pemikiran-pemikirannya tentang pembaharuan. Ia pada hakikatnya adalah sekaligus pemimpin pembaharuan dan pemimpin politik.
Pemikiran pembaharuannya bardasar atas keyakinan bahwa islam adalah yang sesuai untuk semua bangsa, semua zaman dan semua keadaan. Kalau kelihatan ada pertentangan antara ajaran-ajaran islam dengan kondisi yang di bawa perubahan zaman dan perubahan kondisi, penyesuaian dapat di peroleh dengan mengadakan interpretasi baru tentang ajaran-ajaran islam seperti yang tercantum dalam Al Quran dan hadits. Untuk interpretasi itu di perlukan ijtihad dan pintu baginya terbuka.
Kemunduran umat islam bukanlah karena islam, sebagaimana di anggap, tidak sesuai dengan perubahan zaman dan kondisi baru. Umat islam mundur, karena telah meninggalkan ajaran-ajaran islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran-ajaran yang datang dari luar lagi asing bagi islam. Ajaran-ajaran islam yang sebenarnya hanya tinggal dalam ucapan dan di atas kertas. Sebagian dari ajran-ajaran asing itu di bawa orang-orang yang pura-pura bersikap suci, sebagian lain oleh orang-orang yang mempunyai keyakinan-keyakinan yang menyesatkan dan sebagian lain oleh hadits-hadits buatan. Paham kada dan kadar umpamanya, demikian Al Afgani telah di rusak dan di rubah menjadi fatalisme, yang membawa umat islam kepada keadaan statis.kada dan kadar sebenarnya mengandung arti bahwa segala sesuatu terjadi menurut ketentuan sebab musabab. Kemauan manusia merupakan salah satu dari mata rantai sebab musabab itu. Di masa yang silam keyakinan pada kadar dan kada serupa ini memupuk keberanian dan kesabaran dalam jiwa umat islam untuk menghadapi segala macam bahaya dan kesukaran. Kerena percaya pada kada dan kadar inilah maka umat islam di masa yang silam bersifat dinamis dan dapat menimbulkan peradapan yang tinggi.
Suatu sebab lain lagi ialah salah pengertian tentang maksud hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan mengalami kemunduran di akhir zaman. Salah pengertian ini membuat islam tidak berusaha mengubah nasib mereka. Lemahanya rasa persaudaraan isalm juga merupakan sebab bagi kemunduran umat islam. Tepi persaudaraan islam telah terputus, bukan kalangan saja tapi di kalangan alim ulama. Ulama turki tidak kenal lagi pada ulama hijaz, demikian pula ulama India tidak mempunyai hubungan dengan ulama afganistan. Teli persaudaraan antara raja-raja juga sudah terputus.
Jalan untuk memperbaiki keadaan menurut Al Afgani ialah melenyapkan pengertian-pengertian salah yang di anut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar islam yang sebenarnya. Hati mesti di sucikan, budi pekerti luhur di hidupkan kembali, dan demikian pula kesediaan berkorban untuk kepentingan umat.dengan berpedoman pada ajaran-ajaran dasar, umat islam akan dapat maju mencapai tujuan.
Islam dalam pendapat Al Afgani menghendaki pemerintah republik yang didalamnya terdapat kebebasan mengeluarkan pendapat dan kewajiban kepala Negara tunduk kepada undang –undang dasar. Di atas segala-galanya persatuan umat islam mesti di wujudkan kembali. Dengan bersatu dan mengadakan kerja sama yang eratlah umat islam akan dapat kembali memperoleh kemajuan. Persatuan dan kerja sama merupakan sendi yang amat penting dalam islam. Semasa hidupnya Al Afgani memang berusaha untuk mewujudkan persatuan itu. Yang terkadang dalam ide Pan-islam ialah persatuan seluruh umat islam. Tetapi usahanya tidak berhasil.
Dalam pandangan politik al afgani mengatakan bahwa untuk memajukan masyarakat maka pembaharuan harus di mulai dari reformasi, rasio, dan jiwa mastarakat kemudian baru pemerintahan.
Pemikiran al afagani adalah 1. kejayaan kembali umat islam terwjud kalau kembali kepada ajaran islam yang murni dengan eneladani pola hidup sahabat khususnya kulafaur rasyidin.2 perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi barat secara politik ekonomi dan kebudayaan 3.pengakuan terhadap keunggulan barat dalam ilmu teknologi dimana umat islam harus belajar tentangnya yang pada hakekatnya hanya mengambil kembali apa yang dahulu di sumbangkan islam kepada barat dan kemudia secara selektif di kritisi menggunakannya untuk kejayaan islam.
Dalam pandangan tentang kemunduran umat islam yang berakibat pada penguasaan ekonomi dan politik oleh orang barat dan Al Afgani mengatakan bahwa hal ini di sebabkan: 1. umat islam telah meninggalkan ajaran islam yang sebenarnya dan mengikuti ajaran dari luar dan asing bagi islam mereka kehilangan cita-cita menjadi fatalis dan statis kerena salah interprestasi tentang arti qada’ dan qadar. 2. ukuwah islamiyah melemahkan di kalangan umat islam di tingkat local atau internasional baik di sebabakan kleagamaan sunni dan syiah atau perpecahan antara alim ulama dan ajaran islam. 3. kemalasan untuk melakukan istihad karena m,ereka sudah merasa puas dengan apa yang di hasilkan umat masa klasik. 4. mereka menganggap segala yang dari barat di anggap haran atau bid’ah atau subhat yang harus di perangai untuk mengobati penyakit umat islam ini Al Afgani menghidyupakan lairan salaf yang di tunbuh kembanghkan oleh ibnu taimiyah dan Muhammad Ibn Abd Wahab.

RAHMAT ALLAH

POLITIK ISLAM MASA KHULAFAUR RASYIDIN

POLITIK ISLAM
MASA KHULAFAUR RASYIDIN


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ Fiqih II ”


Dosen Pengampu:
HALIL THAHIR, MHI





Disusun Oleh:
MUTTAQIN
9 033 011 09



JURUSAN USHULUDDIN PRODI TAFSIR HADITS
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) KEDIRI
2010

PEMERINTAHAN KHULAFAUR RASYIDIN

PADA MASA ABU BAKAR

Dahulu, nama aslinya adalah Abdus Syams. Tetapi, setelah masuk Islam namanya diganti oleh Rasulullah sehingga menjadi Abu Bakar. Gelar Ash- Shiddiq diberikan padanya karena ia adalah orang yang pertama mengakui peristiwa Isra' Mi'raj. Lalu, ia pun diberi gelar Ash- Shiddiq (Orang yang percaya).
Maka ditunjuklah Abu Bakar untuk menggantikannya. Bagi sebagian warga Madinah, ini adalah indikasi bahwa suksesi kepemimpinan Rasulullah SAW diteruskan kepada Abu Bakar. Ketika Rasulullah wafat, sebagian kalangan muslim Anshar dan beberapa orang dari pihak Muhajirin mengadakan pertemuan di Saqifah Bani Sa'idah. Sempat terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dan akhirnya, terpilihlah Abu Bakar as-Siddiq sebagai Khalifah pertama.
Khilafah Rasyidin merupakan para pemimpin ummat Islam setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in dimana sistem pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang islami karena berundang-undangkan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Ia Shallallahu ‘Alaihi wasallam nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat; belum lagi jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu terpilih.
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu disebut Khalifah Rasulullah (Pengganti Rasul Allah) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah saja.
Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, dengan sendirinya batal setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wasallam wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid Radhiallahu ‘anhu adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu, sebagaimana pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wasallam, Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu selalu mengajak sahabat-sahabat nya bermusyawarah sebelum mengambil keputusan mengenai sesuatu,yang berfungsi sebagai lembaga legislatif pemerintahannya.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu mengirim kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn Walid Radhiallahu ‘anhu dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah di tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in.
Keputusan-keputusan yang dibuat oleh khalifah Abu Bakar untuk membentuk beberapa pasukan tersebut,dari segi tata negar, menunjukkan bahwa ia juga memegang jabatan panglima tertinggi tentara islam.hal ini seperti juga berliku di zaman modern ini di mana seorang kepala negara atau presiden juga sekaligus sebagai pangima tertinggi angkatan bersenjata.
Adapun urusan pemerintahan diluar kota madinah,khalifah Abu Bakarmembagi wilayah kekuasaan hukum Negara Madinah menjadi beberapa propinsi, dan setiap propinsi Ia menugaskan seorang amir atau wali (semacam jabatan gubernur).
Mengenai praktek pemerintahan Abu Bakar di bidang pranata social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan social rakyat.untuk kemaslahatan rakyat ini ia mengolah zakat, infak,sadaqoh yang berasal dari kaum muslimin, ghanimah harta rampasan perang dan jizyah dari warga Negara non-muslim, sebagai sumber pendapatan baitul mal. Penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan Negara ini di bagikan untuk kesejahteraan tentara, bagi para pegawai Negara,dan kepada rakyat yang berhak menerima sesuai ketentuan al-quran
Pada saat Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu meninggal dunia, sementara barisan depan pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah. Ia diganti oleh "tangan kanan" nya, Umar ibn Khatthab al-Faruq Radhiallahu ‘anhu. Ketika Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar ibn Khatthab Radhiallahu ‘anhu sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar Radhiallahu‘anhu . Umar Radhiallahu ‘anhu menyebut dirinya Khalifah Rasulullah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).

Dari penunjukkan Umar sebagai penggantinya, ada hal yang perlu dicatat:
1. Bahwa Abu Bakar dalam menunjuk Umar tidak meninggalkan azas musyawarah.ia lebih ulu mengadakan konsultasi untuk mengetahui aspirasi rakyat melalui tokoh-tokoh kaum muslimin.
2. Abu Bakar tidak menunjuk salah seorang putranya atau kerabatnya melainkan memilih seseorang yang disegani oleh rakyat karena sifat-sifat terpuji yang dimilikinya.
3. Pengukuhan Umar sebagai khalifah sepeniggal Abu Bakar berjalan baik dalam suatu bai’at umum dan terbuka tanpa ada pertentangan dikalangan kaum muslimin sehingga opsesi Abu Bakar untuk mempertahankan keutuhan umat Islam dengan cara penunjukkan itu terjamin.
4.

PADA MASA UMAR BIN KHATAB
Ketika Abu Bakar merasakan sakitnya semakin berat, ia mengumpulkan para sahabat besar dan menunjuk Umar bin Khattab sebagai Khalifah. Para sahabat setuju dan Abu Bakar meninggalkan surat wasiat yang menunjuk Umar sebagai penggantinya.sebagai mana Abu Bakar, Umar bin khattab pun di bai’at dihadapan umat muslimin.bagian dari pidatonya adalah:
“Aku telah dipilih jadi khalifah.kerendahan hati abu Bakar selaras dengan jiwanya yang terbaik diantara kamu dan lebih kuat diantara kamu dan juga lebih mampu memikul urusan kamu yang penting-penting.aku diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama seperti beliau.andaikata aku tau ada orang yang lebih kuat daripada aku untuk memikul jabatan ini, maka memberikan leherku untuk dipotong lebih aku sukai daripada memikul jabatan ini.

Sebagai seorang negarawan yang patut diteladani.ia telah menggariskan:
1. Persyaratan bagi calon Negara;
2. Menetapkan dasar-dasar pengelolaan Negara;
3. Mendorong para pejabat Negara agar benar-benar meperhatikan kemaslhatan rakyat dan melindungi hak-haknya karena mereka adalah pengabdi rakyat dan bagian dari rakyat itu sendiri;
4. Pejabat yang dipegang seseorang adalah amanah yang harus dipertanggung jawabkan kepada tuhan dan rakyat
5. Mendidik rakyat supaya berani memberi nasihat dan kritik kepada pemerintah,pemerintah juga harus berani menerima kritik dari siapapun sekalipun menyakitkan karena pemerintah lahir rakyat dan untuk rakyat;
6. Khalifah Umar telah meletakkan dasar-dasar pengadilan dalam islam.

Ia selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh ansar dan Muhajirin, dengan rakyat dan dengan para administrator pemerintahan untuk memecahkan masalah-masalah umumdan kenegaraan.ia tidak bertindak sewenang-wenang dan memutuskan suatu urusan tanpa mengikutsertakan warga umat.
Hasil musyawarah atau konsultasi khalifah diakhir hidupnya dengan sejumlah pemuka masyarakat madinah yang terpenting adalah terbentuknya “tim formatur”yang bertugas memilih khalifah setelah umar.konsultasi ini terjadi ketika keadaan jiwanya akibat tikaman enam kali yang dilakukan Abu lu’luah karena dendam,dan ini ini mengakibatkan kewafatannya.
Di zaman Umar Radhiallahu ‘anhu gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash Radhiallahu ‘anhu dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu. Iskandariah/Alexandria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641M , Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar Radhiallahu ‘anhu segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif.
Adapun kekuasaan eksekutif dipegang oleh Umar bin Khhattab dalam kedudukannya sebagai kepala Negara.untuk menunjung kelancaran administrasi dan operasional tugas-tugas eksekutif, Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan,diantaranya:
1. Diwana al-kharaj(jawatan pajak)
2. Diwana alahdats(jawatan kepolisian)
3. Nazarat al-nafi’at(jawatan pekerjaan umum)
4. Diwana al-jund(jawatan militer)
5. Baitul al-mal(baitul mal)
Sumber-sumber keuangan Negara untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz,usyri,usyur,zakat dan jizya.
Umar Radhiallahu ‘anhu memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang majusi, budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar Radhiallahu ‘anhu tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf Radhiallahu Ta’ala anhu ajma’in. Setelah Umar Radhiallahu ‘anhu wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman Radhiallahu ‘anhu sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu.





PADA MASA UTSMAN bin AFFAN
Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan Rasulullah. Namun Umar juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, Umar menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Setelah melalui perdebatan yang cukup lama, muncul dua nama yang bersaing ketat yakni Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Keputusan terakhir diserahkan kepada Abdurrahman bin Auf sebagai ketua Dewan yang kemudian menunjuk Utsman bin Affan sebagai Khalifah.
Setelah Usman bin Affan dilantik menjadi khlifah ketiga Negara madinah ,ia menyampaikan pidatonya yang menggambarkan dirinya sebagai sufi, dan citra pemerintahannya lebih bercorak agama ketimbang politik belaka sebagai dominan.dalam pidato itu usman mengingatkan beberapa hal yang penting:
1. Agar umat islam berbuat baik sebagai bekal untuk hari kematian;
2. Agar umat islam terpedaya kemewahan hidup dunia yang penuh kepalsuan
3. Agar umat islam mau mengambil pelajaran dari masa lalu;
4. Sebagai khalifah ia akan melaksanakan perintah al-quran dan sunnah rasul;
5. Di samping ia akan meneruskan apa yang telah dilkukan pendahulunya juga akan membuat hal baru yag akan membawa kepada kebajikan
6. Umat islamboleh mengkririknya bila ia menyimpang dari ketentuan hokum





Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan didaerah,khalifah usman mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi pada masanya kekuasaan wilayah madinadibagi menjadi 10 propinsi:
1. Nafi’bin al-haris al-khuza’i,amir wilayah mekkah;
2. Sufyan bin Abdullah al-tsaqqfi,amir wilayah thaif
3. Ya’la bin Munabbih Halif BaniNauful bin Abd Manaf,amir wilayah Shan’a
4. Abdullah bin Abi Rabiah ,amir wilayah a-janad;
5. Usman bin Abi al-ashal-Tsaqafi,Amir wilayah Bahrain;
6. Al-Mughirah bin Syu’bah al-tsaqi, Amir wilayah Kufah;
7. Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari,Amir wilayah Basrah;
8. Muawiyah bin Abi Sufyan ,Amir wilayah Damaskus
9. Umar bin Sa’ad ,Amir wilayah Himsh;dan
10. Amr bin al-Ash al-Sahami, Amir wilayah mesir.

Sedangkan kekuasaan legislative dipegang oleh Dewan Penasehat Syura, tempat khalifah mengadakan musyawarah dengan para sahabat terkemuka. Prestsai tertinggi masa pemerintahan Usman sebagai hasil majlis syura adalah menyusun al-quran standar , yaitu penyeragaman bacaan dan tulisan al-quran,seperti yang dikenal sekarang.naskah salinan al-quran tersebut disimpan dirumah istri nabi kemudian naskah salinannya atas persetujuan para sahabat dikirim ke beberapa daerah.
Di masa pemerintahan Utsman Radhiallahu ‘anhu (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini. Untuk mengisi baitul mal diperoleh dari alfarz,usyri,usyur,zakat dan jizya.if,Umar melengkapinya dengan beberapa jawatan.
Pemerintahan Usman Radhiallahu ‘anhu berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman Radhiallahu ‘anhu dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ .
Tahun-tahun berikutnya, pemerintahannya Usman mulai goyah.Rakyat dibeberapa daerah terutama Kufah,Basrah dan Mesir mulai memprotes kepemimpinannya yang dinilai tidak adil.Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman Radhiallahu ‘anhu adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman Radhiallahu ‘anhu hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman Radhiallahu ‘anhu sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’.
Padahal Utsman Radhiallahu ‘anhu yang paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.



PADA MASA ALI bin ABI THALIB (35-40 H)
Umat yang tidak punya pemimpin dengan wafatnya Utsman, membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah baru.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya.ia di bai’at di tengah-tengah kematian usman, pertentangan dan kekacauandan kebingungan umat islam Madinah.sebab kaum pemberontak yang membunuh Usman mendaulat Ali supaya bersedia dibaiat menjadi khalifah.
Dalam pidatonya khalifah Ali menggambarkan dan memerintahkan agar umat islam:
1. Tetap berpegang teguh kepada al-quran dan sunnah rasul
2. Taat dan bertaqwa kepada Allah serta mengabdi kepada Negara dan sesame manusia
3. Saling memelihara kehormatan di antara sesame muslim dan umat lain
4. Terpanggil untuk berbuat kebajikan bagi kepentingan umum,dan
5. Taat dan patuh kepada pemerintah.

Tidak lama setelah itu, Ali ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali Radhiallahu ‘anhu tidak mau menghukum para pembunuh Utsman Radhiallahu ‘anhu , dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman Radhiallahu ‘anhu yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali Radhiallahu ‘anhu sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair Radhiallahu ‘anhu ajma’in agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah Radhiallahu ‘anha dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah Radhiallahu ‘anha ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Dengan demikian masa pemerintahan Ali melalui masa-masa paling kritis karena pertentangan antar kelompok yang berpangkal dari pembunuhan Usman.namun Ameer Ali menyatakan:…ia berhasil memecat sebagian besar gubernur yang korupsi dan mengembalikan kebijaksanaan Umar pada setiap kesempatan yang memungkinkan.ia membenahi dan menyusun arsip Negara untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-ushsurtah,serta mengordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.
Kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali Radhiallahu ‘anhu juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali Radhiallahu ‘anhu bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali Radhiallahu ‘anhu. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhu umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudi) yang menyusup pada barisan tentara Ali Radhiallahu ‘anhu, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali Radhiallahu ‘anhu. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah Radhiallahu ‘anhu semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali Radhiallahu ‘anhu terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
Harus diakui ada beberapa kasus dan peristiwa pada masa khalifah Usman dan Ali yang tidak menyenangka.tapi perlu dicatat secara umum mengenai beberapa hal yang dicontohkan oleh khulafa al-Rasyidin dalam memimpin Negara Madinah.Pertama, mengenai pengangkatan empat orang sahabat Nabi terkemuka itu menjadi Khalifah dipilih dan di angkat dengan cara yang berbeda. 1) Pemilihan bebas dan terbuka melalui forum musyawarah tanpa ada seorang calon sebelumnya. Karena Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk calon penggantinya. Cara ini terjadi pada musyawarah terpilihnya Abu Bakar dibalai pertemuan TsaqifahBani Syaidah. 2) Pemilihan dengan cara pencalonan atau penunjukan oleh khalifah sebelumnya dengan terlebih dahulu mengadakan konsultasi dengan para sahabat terkemuka dan kemudian memberitahukan kepada umat islam, dan mereka menyetujuinya. Penunjukan itu tidak karena ada hubungan keluarga antara khalifah yang mencalonkan dan calon yang di tunjuk. Cara ini terjadi pada penunjukan Umar oleh khalifah Abu Bakar. 3) Pemilihan team atau Majelis Syura yang di bentuk khalifah. Anggota tem bertugas memilih salah seorang dari mereka menjadi khalifah. Cara ini terjadi pada Usman melalui Majelis Syura yang dibentuk oleh khalifah Umar yang beranggotakan enam orang. 4) Pengangkatan spontanitas di tengah-tengah situasi yang kacau akibat pemberontakan sekelompok masyarakat muslim yang membunuh usman.Cara ini terjadi pada Ali yang dipilih oleh kaum pemberontak dan umat Islam Madinah. Kedua,Pemerintahan Khulafa’ al-Rasyidin tidak mempunyai konstitusi yang dibuat secara khusus sebagai dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang nya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul ditambah dengan hasil ijtihad khalifah dan keputusan Majelis Syura dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul yang tidak ada penjelasannya dalam nash syariat. Ketiga,Pemerintahan khulafa al-Rasyidin juga tidak mempunyai ketentuan mengenai masa jabatan bagi setiap khalifah. Mereka tetap memegang jabatan itu selama berpegang kepada syariat islam. Keempat,dalampenyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah khulafa al-Rasyidin telah melaksanakan prinsip musyawarah, prinsip persamaanbagi semua lapisan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, prinsip kebebasan berpendapat, prinsip keadilan social dan kesejahteraan rakyat. Kelima,dasar dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan Negara Madinah adalah Al-Qur’an dan Sunnah rasul, hasil ijtihad penguasa, dan hasil keputusan Majelis Syura. Karenanya corak Negara Madinah pada periode Khulafa al-Rasyidin tidak jauh berbeda daripada zamanRasulullah.
Itulah sekelumit tentang pemerintahan politik pada masa – masa khulafar rasyidin dengan berbagai gaya dan variasi yang berbeda pada setiap masa pemerintahan mereka. Semoga kita bias mengikuti jejak mereka dan pemerintahan dan perpolitikan di Negara kita bisa menjadi semakin lebih baik. Amiiiiiin.






DAFTAR PUSTAKA


Pulungan ,MA dan Dr.J.Suyuthi.2002.Fiqh Siyasah:Ajaran Sejarah Dan Pemikiran.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.
Mujar Ibnu Syarif, Hak-Hak Politik Ninoritas Non Muslim Dalam KomunitaIslam, Bandung : Angkasa
Http:///masa pemerintahan khulafar rasyidin.php/google.com

TEOLOGI HUMANISME

TEOLOGI HUMANISME

Tugas Makalah Ini UNTUK Memenuhi Mata Kuliah
ILMU KALAM III
Dosen Pengampu : QOMARUL HUDA.M.fil








Disusun oleh:

NAMA NIM

MUHAMMAD SHOFYAN 903300709











PRODI TAFSIR HADITS JURUSAN USHULUDDIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
TAHUN 2010





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Humanisme merupakan kepercayaan yang menyatakan bahwa setiap manusia harus dihormati sebagai seorang manusia seutuhnya, bukan karena dia itu bijaksana atau tolol, baik atau jelek, dan tanpa memandang agama atau suku, laki-laki atau perempuan
Orang-orang yang mengaku beragama sudah semestinya berdiri bersatu daam suatu resolusi untuk menyingkirkan semua kekejian dan kekejaman atas nama agama. Oleh sebab itu muncul jargon, jangan ada agama tanpa humanisme!
Dalam rangka meneguhkan suatu pemahaman universal atas sikap keberagamaan kita, perlu ditegaskan bahwa salah satu kriteria keaslian agama adalah (spirit) humanisme. Ajaran agama manapun tidak ada yang men-sah-kan perbuatan jahat terhadap makhluk yang bernyawa, menyakiti atau mempermalukan orang lain dengan alasan agama. Sikap bengis atau kekejaman atas nama Tuhan merupakan pelecehan terhadap agama itu sendiri. Kekerasan atas nama agama tidak pernah dibenarkan oleh ajaran agama manapun karena hal itu merupakan bentuk penyelewengan terhadap kehendak Tuhan.
Maka, pertanyaan mendasar yang perlu dicamkan bukan apakah kita kita itu humanis religius atau sekuler, tetapi apakah kita ini benar-benar humanis. Jika kita benar-benar humanis, kita akan menerima orang lain yang sedang ditimpa kemalangan dan kesulitan, apapun keyakinannya. Humanisme merupakan keyakinan yang dirasakan secara mendalam bahwa saya memperlakukan setiap orang sebagai manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud humanisme itu?
2. Bagaimana sejarah Humanisme ?
3. Bagaimana fungsi humanisme?
4. Bagaimana Islam memandang humanisme?







BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisional yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme berarti martabat dan nilai dari setiap manusia dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan alamiahnya secara penuh. Sebentuk sikap yang diarahkan pada humanitarianisme. Sedangkan dalam literatur Islam, Humanisme diartikan sebagai aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia (Ali Syari’ati,1989). Atau humanisme bisa juga diartikan sebagai paham pemikiran dan gerakan kultural yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai subyek yang bebas dan berdaulat dalam menentukan hidupnya (Sudarminta, 2001). Intinya, humanisme ingin meneguhkan kemampuan manusia secara bebas dan berdaulat untuk mengarungi hidupnya sendiri.
B. Sejarah perkembangan Humanisme
Pada permulaan abad ke-19 humanisme dipandang sebagai perilaku sosial politik yang ditujukan untk memenuhi kebutuhan lembaga-lembaga politik dan hukum yang sesuai dengan ide tentang martabat kemanusiaan. Sejak saat itu, konsep HAM telah memasuki tahap etika politik modern.
Dalam catatan sejarah, humanisme memperoleh pengakuan pada abad ke-14 di Italia melalui pemajangan berbagai literatur dan ekspresi seni Yunani dan Romawi pra-Kristen. Ciri khasnya adalah sikap keberagamaan yang inklusif. Model humanisme kedua dinamakan Neo-Humanisme yang berkembang pada abad ke-18 ketika para seniman, filsuf dan kaum intelektual melirik kembali masa Yunani dan Romawi klasik.
Lalu bagaimana arti humanisme dalam konteks kekinian? Saat ini, humanisme tidak lagi dihubungkan dengan orang-orang Eropa, yakni dengan kebudayaan Romawi dan Yunani kuno. Humanisme berkembang menjadi gerakan lintas budaya dan universal, dalam arti berbagai sikap dan kualitas etis dari lembaga-lembaga politik yang bertujuan membentengi maratabat manusia.



C. Fungsi humanisme
Dalam kaca mata humanisme, kita tidak perlu membedakan seseorang itu religius atau tidak, karena semuanya adalah makhluk yang berperasaan, yaitu manusia, dan oleh karenanya kita tidak akan pernah bersikap kejam kepada sesama manusia, meskipun mereka memeiliki kepercayaan kuat yang tidak dapat kita terima. Dengan humanisme, kita tidak diarahkan untuk menghargai seseorang atas dasar identitas, kepercayaan, idealisme, dan segala sesuatu yang menjadi kekhawatiran dan kebutuhannya Selain itu, humanisme juga sangat membenci kekejaman. Kekejaman tidak pernah dihalalkan oleh ajaran agama manapun. Tidak bertindak kejam berarti jangan pernah menyakiti orang lain kecuali Anda mendapatkan izin untuk melakukannya, misalnya dokter gigi, dokter bedah pada saat praktik,dsb.

D. Islam dan Humanisme
Wacana mengenai Islam dan humanisme menjadi penting untuk diperbincangkan kembali. Apakah Islam cenderung berlawanan dengan ajaran kemanusiaan? Bagaimana ada kemungkinan untuk membangun ruang dialog dalam upaya menghubungkan Islam dengan humanisme (ajaran kemanusiaan)? Upaya ini bertujuan untuk mengembangkan ajaran Islam agar lebih berwajah humanis dan berorientasi pada pemenuhan cita-cita kemanusiaan.
Jika kita perhatikan sebenarnya Islam tidak bertentangan dengan humanisme. Tugas besar Islam, sejatinya adalah melakukan transformasi sosial dan budaya-budaya dengan nilai-nilai Islam. Kita mengenal trilogi ”iman-ilmu-amal” ; artinya iman berujung pada amal/aksi, atau tauhid itu harus diaktualisasikan dalam bentuk pembebasan manusia. Pusat keimanan Islam memang Tuhan, tetapi ujung aktualisasinya adalah manusia. Dalam penyataan Cak Nur (1995), pandangan hidup yang teosentris dapat dilihat dalam kegiatan keseharian yang antroposentris.
Dalam pandangan Kuntowijoyo (1991), Islam adalah sebuah humanisme, yaitu agama yang sangat mementingkan manusia sebagai tujuan sentral. Humanisme adalah nilai dasar Islam. Ia memberikan istilah dengan ”Humanisme Teosentris”, dengan pengertian ”Islam merupakan sebuah agama yang memusatkan dirinya pada keimanan Tuhan, tetapi yang mengarahkan perjuangannya untuk kemuliaan peradaban manusia”. Islam sangat menjunjung tinggi rasionalisme. Untuk menghubungkan Islam dengan persoalan kemanusiaan dan humanisme maka teks keagamaan harus didekati secara rasional. Berbeda dengan Humanisme Teosentris, yang masih berangkat pada ajaran normatif agama --dengan pengandaian sudah final-- ”Humanisme Teistik”, sebagai istilah baru, memandang bahwa persoalannya terletak pada teks agama. Bagaimana sikap kita memperlakukan teks agar sesuai dengan konteks kekinian dan kemaslahatan (maslahah). Humanisme dalam Islam mengandung dua dimensi, yaitu ”rasionalitas” (rationality) dan ”pembebasan” (humanity). Dua dimensi ini harus melekat pada teks agama, yang perlu dicarikan pemaknaannya secara kontekstual. Benturan antara agama dan filsafat pernah didamaikan oleh Ibnu Rusyd, dalam tulisannya berjudul ”Fashl al-Maqal wa Taqrir ma Baina al-Syari’ah wa al-Hikmah min al-Ittisal”.
Bahkan Ibnu Rusyd menganjurkan penggunaan filsafat dalam memahami agama karena pendekatan ini akan sangat membantu dalam memahami agama. Rasionalitas inherent dalam makna teks, dan menjadi kebutuhan sejarah (historical necessity) saat ini. Agama adalah untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Pengamalan kita dalam beragama, di samping sebagai bentuk penyembahan dan kepasrahan total kepada Tuhan (aslama, islam), juga diorientasikan untuk membebaskan manusia dari segala macam ketidakadilan, penindasan, dan kemiskinan. Agama adalah jalan bagi kemungkinan untuk meneguhkan kemanusiaan ditegakkan di muka bumi ini. Dan semuanya tergantung pada bagaimana manusia membumikan makna agama ke dalam wilayah praksis dengan berangkat dari rasionalisasi teks.

E. Praktek Humanisme dalam Islam
Salah satu wujud dari humanisme dalam islam adalah adanya bagian dari syari’at islam yang berorientasi sosial. Sebagiannya berupa perintah dan yang lainnya berwujud larangan. Yang berupa perintah ada yang berderajat wajib dan ada yang sunnah. Sedangkan yang berupa larangan semuanya berderajat haram. Syari’at yang berupa perintah diantara adalah zakat dan shadaqoh. Sedangkan yang berupa larangan misalnya saja larangan berjudi, berzina, meminum khamr, ghibah, buruk sangka, marah, mencaci, berbuat dzolim, dengki, mengadu domba, memakan riba. Syari’at-syari’at ini berorientasi sosial karena nilai dan hikmah kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Adanya syari’at berupa zakat dan shadaqoh merupakan bukti bahwa islam adalah agama humanis. Karena dengan adanya syari’at inilah setiap muslim dituntut berjiwa humanis, yang mampu merespon penderitaan yang dirasakan oleh mereka yang kurang beruntung. Untuk kemudian mengulurkan tangannya. Sehingga mengejewantahlah keimanan dalam dirinya dalam amal sosial. Karena kasih sayang islamlah, maka islam menghendaki setiap muslim menyucikan jiwanya. Karena salah satu karakter mendasar manusia adalah ketika ditimpa kesulitan ia berkeluh kesah sedangkan jika ia dilimpahkan berbagai kenikmatan, ia kikir. Kecuali orang-orang yang tersucikan jiwanya. Setelah manusia tersucikan jiwanya, maka akan muncul sifat humanis dalam jiwanya. Karena jika seseorang selalu berkeluh kesah maka ia tidak akan pernah berpikir untuk memberi kebaikan pada orang lain. Begitu pula jika ia kikir. Humanisme islam dalam syari’at zakat dan shadaqoh dapat pula diartikan sebagai ruh agama ini yang selalu menginginkan kebaikan dan kebahagiaan bagi setiap manusia, dengan cara mengurangi beban penderitaan yang dialaminya. Begitu pula dengan syari’at islam yang berupa larangan yang berorientasi sosial. Maka di dalamnya terkandung pula nilai-nilai humanis. Dengan kebaikan dan kebahagiaan manusia sebagai ladang orientasinya. Islam melarang perjudian karena di dalamnya terkandung berbagai keburukan yang mengahancurkan nilai kemanusiaan. Perjudian akan menghilangkan rasa kasih sayang dalam diri manusia karena ia tegak di atas semangat kedzoliman. Setiap orang yang berjudi pasti menghendaki pihak lawan yang mengalami kekalahan. Sedangkan ia sendiri membenci kekalahan itu. Hal ini tentu akan mendatangkan sikap permusuhan, dan dendam untuk membalas kekalahan di lain waktu. Begitu humanismenya ajaran islam, hingga islam selalu menghendaki kebaikan bagi manusia dan ingin menjauhkan manusia dari sikap permusuhan, sejauh-jauhnya, seperti timur dan barat. Islam melarang praktik riba dalam mencari penghidupan duniawi. Karena riba adalah sistem ekonomi yang berpondasi kedzoliman dan keserakahan. Riba menghancurkan tatanan persatuan, persaudaraan dan tolong menolong dalam kehidupan masyarakat. Ia mengikis dan mengahancurkan rasa kasih sayang dalam jiwa manusia. Riba membuat para pemilik modal hidup berkecukupan bahkan bermewah-mewahan dari jerit tangis orang yang terlilit hutang kepadanya. Karena semakin lama hutangnya kian membengkak. Bunganya jauh melebihi modal yang dipinjamnya. Hingga kian sulitlah hutangnya itu untuk terlunasi. Jika sampai puncaknya tak juga terlunasi hutangnya itu, maka semua asset yang dimilikinya akan disita tanpa belas kasihan. Tak perduli akan menjadi seperti apa kehidupannya nanti. Islam melarang perzinahan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Perzinahan menjadikan tatanan hidup manusia hina seperti binatang. Hilang lenyap derajat kemulyaan manusia. Banyak bayi lahir tanpa tahu siapa ayahnya. Banyak remaja melakukan praktik aborsi. Banyak terjadi perceraian karena perselingkuhan. Banyak orang bunuh diri karena frustasi ditinggal kekasih setelah dihamili. Banyak terjadi pertikaian dan pembunuhan karena kecemburuan. Islam mengharamkan khamr karena ia melenyapkan akal sehat manusia. Dan menjadi cikal bakal aneka kemaksiatan dan kedzoliman lainnnya. Khamr memicu permusuhan dan pertikaian. Islam mengharamkan ghibah, dengki, mencaci maki, suudzon, marah, adu domba dan sebagainya karena ia mengikis bahkan mengahancurkan rasa kasih sayang dalam diri manusia. Semua penjabaran ini menjadi bukti empiris bahwa islam adalah agama humanis. Islam adalah agama yang menghendaki kebaikan dan bukan keburukan. Keteraturan dan bukan kekacauan. Keadilan dan bukan kesewenangan. Keseimbangan dan bukan ketimpangan. Kasih sayang dan bukan permusuhan. http://agama.kompasiana.com/2010/05/24/humanisme-dalam-islam/