PEMIKIRAN MU’TAZILAH
Disusun oleh :
Irma Qurotu A’yun
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Makalah yang saya presentasikan sekarang ini, hanyalah usaha kecil dan ala kadarnya untuk mencoba memaparkan kembali satu episode sejarah kelam umat islam. Dan usaha kecil ini pun di benturkan dengan berbagai keterbatasan, sehingga banyak mengalami kesulitan. Dan kesulitan ini pun saya rasakan ketika ingin menganalisa sekaligus mengkritisi fenomena yang ada sebagai imbas dari “sejarah” tersebut.
Pemikiran mu’tazilah adalah tema yang di angkat kali ini, bagaimana peranan ideologi rasinalitas ini dalam pentas sejarah perjalanan umat islam, sejauh mana peranan ideologi dalam menghantarkan umat islam ke dalam sejarah yang kelam, apa bahaya yang di usungnya, dan bagaimana peranan kita sebagai umat islam yang berkomitmen secara totalitas terhadap petunjuk Allah yang terlembagagakan dalam Al Qur’an dan As Sunnah menyikapi, mengkritik, sekaligus menggugat ideologi rasional tersebut.
Kiranya makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan untuk memaparkan semuanya, namun mudah-mudahan sedikit memberi pijakan kepada umat islam untuk terus menerus memperbaiki sejarah dengan mengambil “Ibrah” dari “Kecelakaan Sejarah” yang terjadi dalam rentetan sejarah umat islam.
II. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian mu’tazilah?
b. Apa saja pokok-pokok ajaran mu’tazilah?
c. Siapa tokoh-tokoh aliran mu’tazilah?
III. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk memnuhi tugas pada mata kuliah teologi islam.
b. Untuk mengetahui pengertian mu’tazilah dan akar produk pemikiran mu’tazilah.
IV. Manfaat Penulisan
a. Agar pembaca mengetahui tentang seluk beluk pemikiran mu’tazilah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Munculnya Golongan atau Kelompok Mu’tazilah
Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha' berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah).[1]
Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan.[2] Golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh dikemudian hari.[3] Golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah II inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki banyak versi.[4]
B. Pengertian Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah firqoh Islamiyyah (aliran dalam Islam) yang muncul pada masa akhir dinasti umayyah dan tumbuh pesat pada masa dinasti abbasiyyah. Mereka berpegang pada kekuatan rasionalitas dalam memahami aqidah Islam (al-Aqîdah al-Islamiyyah), hal itu lebih sebagai bukti dari pengaruh berbagai “filsafat-filsafat import” yang menyimpang dari aqidah ahlu sunnah wal jama’ah. Filsafat-filsafat import itu di antaranya adalah filsafat Yunani dalam diskursus dzat dan sifat, filasafat Hindu, dan aqidah Yahudi dan Nashrani.[5]
Sedangkan sebagian ulama, mendefinisikannya sebagai satu kelompok dari qadariyah yang berbeda pendapat dengan umat Islam dalam permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Waashil bin Atho’ dan Amr bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry.
Kalau kita melihat kepada definisi secara etimologi dan terminologi, didapatkan adanya hubungan yang sangat erat dan kuat, karena kelompok ini berjalan menyelisihi jalannya umat Islam, khususnya Ahli Sunnah, dan bersendiri dengan konsep akalnya yang khusus, sehingga Akhirnya membuat mereka menjadi lemah, tersembunyi dan terputus.
C. Pokok- pokok Ajaran Mu’tazilah
Aliran mu’tazilah memiliki lima ajaran pokok yaitu :[6]
Ø Tauhid (keesaan Allah SWT)
· Tidak mengakui sifat-sifat Allah SWT, menurutnya apa yang di katakan sifat adalah tak lain dari dzat-Nya sendiri ;
· Al Qur’an menurutnya adalah makhluk ;
· Allah di akhirat kelak tidak dapat dilihat oleh mata kepala manusia, karena Allah tidak akan terjangkau oleh mata.[7]
Ø Al’adl (keadilan Allah SWT)
Semua orang percaya akan keadilan Allah, tetapi aliran mu’tazilah memperdalam arti keadilan serta menentukan batas-batasnya,sehingga menimbulkan beberapa persoalan. Dasar keadilan yang di yakini oleh mereka ialah meletakkan pertanggungjawaban manusia atas segala perbuatannya. Dalam menafsirkan keadilan tersebut mereka mengatakan sebagai berikut : “ Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia. Manusia bisa mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya dengan kekuasaan yang diciptakan-Nya terhadap diri manusia. Ia hanya memerintahkan apa yang dikehendaki-Nya. Ia hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang diperintahkan-Nya dan tidak ada campur tangan dalam keburukan yang dilarang-Nya.
Aliran ini berpendapat bahwa Allah akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan apa yang diperbuat.[8]
Ø Al wa’d wa al-wa’id (janji dan ancaman)
Aliran mu’tazilah berpendapat, bahwa Allah SWT wajib memnuhi dan tidak boleh mengingkari janji-Nya. Menurut mereka, hamba Tuhan yang berbuat baik pasti mendapat pahala dan masuk surga, sebab Tuhan telah berjanji akan memberikan pahala kepada orang-orang yang berbuat baik. Tuhan tidak akan mengingkari janji-Nya. Tuhan juga harus menyiksa orang-orang yang tidak taat dan berbuat dosa sebab Tuhan telah mengancam mereka dengan neraka. Ajaran ini sebenarnya sangat terkait dengan ajaran keadilan Tuhan karena salah satu bentuk keadilan Tuhan terhadap hamba-Nya adalah mebalas kebaikan dengan kebaikan dan membalas kejahatan dengan siksa.[9]
Ø Al manzilatu bainal manzilatain (posisi diantara dua posisi)
Ajaran inilah yang menjadi faktor utama munculnya kaum mu’tazilah. Washil bin Atha’ tidak setuju dengan pendapat gurunya, Hasan al Bashri, tentang persoalan dosa besar. Kemudian, dia diusir dari majlis gurunya. Dari peristiwa ini, muncul ajaran al manzila bainal manzilatain (posisi diantara dua posisi). Washil bin Atha’ menjelaskan arti ajaran ini bahwa orang islam yang berbuat dosa besar bukanlah kafir dan bukan pula mu’min, tapi ia menempati posisi diantara kafir dan mu’min. dalam ajaran mereka disebut “Fasiq”. Dan orang yang demikian ini, bila meninggal dunia sebelum ia bertaubat, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya, tapi tidak sama dengan neraka yang di tempati orang kafir.inilah yang dimaksud dengan al manzila bainal manzilatain (posisi diantara dua posisi), yaitu posisi diantara surga dan neraka.[10]
Ø Amar ma’ruf dan nahi munkar
Ajaran mu’tazilah mengenal tuntutan untuk berbuat baik dan mencegah segala perbuatan yang tercela, ini lebih banyak berkaitan dengan fiqih.
Kelima prinsip tersebut merupakan dasar utama yang harus di pegang oleh setia orang yang mengaku bahwa dirinya adalah mu’tazilah, dan ini sudah menjadi kesepakatan mereka.[11]
D. Tokoh-tokoh aliran mu’tazilah
v Wasil Ibn ‘Atha (80 – 131 H)
Wasil adalah pemuka dan pembina aliran Mu’tazilah, ia adalah pendiri dan letak dasar ajaran Mu’tazilah yang dirumuskan dalam lima prinsip ajaran dasar (ushul al-khamsah). Pendapat-pendapatnya kemudian dimatangkan oleh tokoh-tokoh dan pemuka-pemuka datang kemudian seperti Abu al-Hudzail, Al-Nazhzham, Al-Jubbai dan sebagainya. Washil adalah salah seorang murid Hasan Al Bashri. Dia pendiri utama madzhab mu’tazilah. Dia juga pernah belajar ilmu fisika dan hadist pada Hasan Al Bashri. Dia hidup pada masa pemerintahan khalifah Hisyam ibnu Abdul Malik. Para pengikutnya terdapat di Afrika Utara pada masa raja Idris ibnu Badullah Al Husaini yang mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al Manshur. Dia lahir pada masa-masa fitnah yang di timbulkan oleh ajaran Al Azariqoh dari kaum khawarij tentang status pelaku dosa besar. Pada saat itu umat islam terpecah menjadi beberapa kelompok:
· Al Azariqoh (khawarij) yang mngatakan bahwa pelaku dosa besar adalah musyrik. Dan mereka mengatakan bahwa anak orang-orang musyrik adalah musyrik sehingga halal untuk di bunuh.
· As Sufriyah (khawarij) yang sependapat dengan az zariqoh tentang pelaku dosa besar. Mereka hanya berselisih tentang anak orang-orang musyrik.
· An Najdad (khawarij) yang mengatakan bahwa jika dosa yang dilaksanakan adalah termasuk dosa yang telah disepakati umat islam, maka dia kafir. Namun, jika dosa itu termasuk dosa yang di perselisihkan, maka diserahkan kepada ijtihat ahli fiqih.
· Al Ibadhiyah (khawarij) yang mengatakan bahwa status pelaku dosa besar hanyalah orang yang mengkufuri nikmat tuhan, bukan kafir musyrik.
· Ulama’ Salaf yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah mu’min yang munafik. Menurut mereka, orang munafik lebih buruk dari pada orang kafir yang menampakkan kekafirannya.
Washil Ibnu Atha’ dengan tegas menyatakan lima pendapat diatas dan dia pula yang membawa ajaran al manzilah bainal manzilatain. Inilah yang menyebabkan mereka disebut kaum mu’tazilah, yaitu golongan yang menjauhkan diri dari mayoritas pendapat umat Islam.[12]
v Abu al-Hudzail al-‘Allaf (135 – 226 H)
Abu al-Hudzail termasuk tokoh Mu’tazilah di Basrah. Ia banyak mempelajari buku-buku Yunani dan banyak terpengaruh oleh buku-buku tersebut, dan karena dia maka Mu’tazilah mengalami perkembangan yang pesat.[13]
v Ibrahim ib Sayyar al-Nazhzham (wafat 231 H)
Ia adalah murid Abu al-Nadzail al-‘Allaf, orang terkemuka lancar beribicara, banyak mendalami filsafat dan banyak karangannya. Pada masa kecilnya ia banyak bergaul dengan orang-orang bukan dari Ilsam. Setelah dewasa ia banyak berhubungan dengan filosof-filosof pada masanya.
v Al-Jahizh ‘Amr Ibn Bashr (Wafat 256 H)
Ia dikenal tajam penanya, banyak karangannya dan gemar membaca buku-buku filsafat terutama filsafat alam.[14]
v Al-Jubbai Abu Ali Muhammad Ibn Abd Al-Wahhab (wafat tahun 295H)
Al-Jubbai adalah salah seorang pemimpin Mu’tazilah yang sama kemsyhurannya dengan wasil, Abu Al-Hudzail dan al-Nazhzham. Al jubba’I adalah guru imam asy’ari, tokoh utama aliran ahlus sunnah.[15]
v Al-Qodhi abdul jabbar (wafat 1024 M)
Abdul jabbar hidup pada masa kemunduran aliran mu’tazilah, ia diangkat menjadi kepala hakim oleh ibnu ‘abad. Diantara karangannya ialah beberapa jilid tentang pokok-pokok ajaran mu’tazilah.[16]
Demikianlah beberapa sekte dalam mu’tazilah. Disamping beberapa sekte diatas masih banyak lagi sekte yang belum disebutkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
v Mu’tazilah adalah: aliran yang secara garis besar sepakat dan mengikuti cara pandang Washil bin ‘Atha’ dan ‘ Amru bin Ubaid dalam masalah-masalah teologi, atau aliran teologi yang akar pemikirannya berkaitan dengan pemikiran Washil bin ‘Atha’ dan ‘ Amru bin Ubaid.
v Mu’tazilah muncul dengan latar belakang kasus hukum pelaku dosa besar yang telah mulai diperdebatkan oleh Khawarij dan Murji’ah. Mereka tidak mengatakan pelaku dosa besar itu kafir dan tidak juga mukmin, melainkan fasik. Dan jika dia meninggal dalam kondisi belum bertaubat maka dia berada di sebuah tempat antara posisi orang mukmin dan orang kafir, yang diistilahkan dengan al-manzilah baina al-manzilatain.
v Mu`tazilah mempunyai lima ajaran dasar, perintah berbuat baik dan larangan berbuat jahat.
v Secara harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di basra, irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri karena perbedaan pendapat.
B. Saran
Harapan saya kepada para pembaca agar mengamalkan setiap ilmu yang diperoleh agar ilmu tersebut tidak sia-sia.
Harapan saya kepada para pembaca khusus bagi dosen pembimbing agar studi kiranya memperbaiki setiap kesalahan / kesimpulan baik disengaja maupun tidak disengaja. Dalam uraian isi makalah ini khususnya, dan para mahasiswa umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
§ WAMY, Al-Mausû’ah al-Muyyasarah fî ‘l Adyân wa’l Madzâhib wa’l Ahjâb al- Mu’ashir, WAMY Riyadh, Cet III, 1418H, Jilid 1, hal 55.
§ Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, Jakarta :UI Press. 2002
§ Abu Fatiah, Al-Adnani, Agenda Al- Muzzai, Solo : Pustaka Amanah, 1999
Abdurrazak, Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang,
Abdurrazak, Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang,
§ Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, Jakarta : Pustaka Setia, 2005
§ Nasution, Harun, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.
- http://ganjar87.wordpress.com/2008/11/07/akar-dan-produk-pemikiran-mutazilah/
- http://www.anakciremai.com/2009/04/makalah-ilmu-kalam-tentang-aliran.html
- http://www.inidicky.co.cc/2009/04/mutazilah-dan-pemikirannya.html
- 2004http://mursalinpintar.blogspot.com/2009/12/makalah-aliran-mutazilah.html
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT, saya ucapkan atas selesainya makalah ilmu teologi islam program study ilmu kalam. Tanpa ridho dan kasih sayang serta petunjuk dari-Nya, mustahil makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini di susun agar nantinya bermanfaat bagi manusia, program study ilmu kalam pada khususnya untuk lebih mudah dalam memahami mata kuliah ilmu teologi islam dan bagi pembaca pada umumnya.
Kemudian saya tak lupa mengucapkan terima kasih yang sedalam dalamnya kepada dosen pembimbing “Bpk. Wahidul Anam, M. Ag.” Yang memberikan tugas mata kuliah teologi islam sehingga menambah wawasan saya tentang teologi islam.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini terdapat kekurangan, saya mohon untuk kritik dan saran yang membangun, terima kasih.
Kediri, 14 Maret 2010
Penulis,
|
DAFTAR ISI
v BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
v BAB II PEMBAHASAN
A. Pngertian Mu’tazilah
B. Pokok-pokok Ajaran Mu’tazilah
C. Tokoh-tokoh Aliran Mu’tazilah
v BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
v DAFTAR PUSTAKA
|
[3] ibid
[4] Op. Cit, WAMY
[5] Nasution, Harun, Teologi Islam; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986.
[10] Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Anlisa Perbandingan, Jakarta :UI Press. 2002
[12] WAMY, Al-Mausû’ah al-Muyyasarah fî ‘l Adyân wa’l Madzâhib wa’l Ahjâb al- Mu’ashir, WAMY Riyadh.
[14] Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, Jakarta : Pustaka Setia, 2005
[15] Abu Fatiah, Al-Adnani, Agenda Al- Muzzai, Solo : Pustaka Amanah, 1999
Abdurrazak, Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang,
Abdurrazak, Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang,