sip

sip
ditengah

Senin, 10 Januari 2011

TEOLOGI HUMANISME

TEOLOGI HUMANISME

Tugas Makalah Ini UNTUK Memenuhi Mata Kuliah
ILMU KALAM III
Dosen Pengampu : QOMARUL HUDA.M.fil








Disusun oleh:

NAMA NIM

MUHAMMAD SHOFYAN 903300709











PRODI TAFSIR HADITS JURUSAN USHULUDDIN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
TAHUN 2010





BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Humanisme merupakan kepercayaan yang menyatakan bahwa setiap manusia harus dihormati sebagai seorang manusia seutuhnya, bukan karena dia itu bijaksana atau tolol, baik atau jelek, dan tanpa memandang agama atau suku, laki-laki atau perempuan
Orang-orang yang mengaku beragama sudah semestinya berdiri bersatu daam suatu resolusi untuk menyingkirkan semua kekejian dan kekejaman atas nama agama. Oleh sebab itu muncul jargon, jangan ada agama tanpa humanisme!
Dalam rangka meneguhkan suatu pemahaman universal atas sikap keberagamaan kita, perlu ditegaskan bahwa salah satu kriteria keaslian agama adalah (spirit) humanisme. Ajaran agama manapun tidak ada yang men-sah-kan perbuatan jahat terhadap makhluk yang bernyawa, menyakiti atau mempermalukan orang lain dengan alasan agama. Sikap bengis atau kekejaman atas nama Tuhan merupakan pelecehan terhadap agama itu sendiri. Kekerasan atas nama agama tidak pernah dibenarkan oleh ajaran agama manapun karena hal itu merupakan bentuk penyelewengan terhadap kehendak Tuhan.
Maka, pertanyaan mendasar yang perlu dicamkan bukan apakah kita kita itu humanis religius atau sekuler, tetapi apakah kita ini benar-benar humanis. Jika kita benar-benar humanis, kita akan menerima orang lain yang sedang ditimpa kemalangan dan kesulitan, apapun keyakinannya. Humanisme merupakan keyakinan yang dirasakan secara mendalam bahwa saya memperlakukan setiap orang sebagai manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud humanisme itu?
2. Bagaimana sejarah Humanisme ?
3. Bagaimana fungsi humanisme?
4. Bagaimana Islam memandang humanisme?







BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan dirinya ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme telah menjadi sejenis doktrin beretika yang cakupannya diperluas hingga mencapai seluruh etnisitas manusia, berlawanan dengan sistem-sistem beretika tradisional yang hanya berlaku bagi kelompok-kelompok etnis tertentu. Humanisme berarti martabat dan nilai dari setiap manusia dan semua upaya untuk meningkatkan kemampuan alamiahnya secara penuh. Sebentuk sikap yang diarahkan pada humanitarianisme. Sedangkan dalam literatur Islam, Humanisme diartikan sebagai aliran filsafat yang menyatakan bahwa tujuan pokok yang dimilikinya adalah untuk keselamatan dan kesempurnaan manusia (Ali Syari’ati,1989). Atau humanisme bisa juga diartikan sebagai paham pemikiran dan gerakan kultural yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai subyek yang bebas dan berdaulat dalam menentukan hidupnya (Sudarminta, 2001). Intinya, humanisme ingin meneguhkan kemampuan manusia secara bebas dan berdaulat untuk mengarungi hidupnya sendiri.
B. Sejarah perkembangan Humanisme
Pada permulaan abad ke-19 humanisme dipandang sebagai perilaku sosial politik yang ditujukan untk memenuhi kebutuhan lembaga-lembaga politik dan hukum yang sesuai dengan ide tentang martabat kemanusiaan. Sejak saat itu, konsep HAM telah memasuki tahap etika politik modern.
Dalam catatan sejarah, humanisme memperoleh pengakuan pada abad ke-14 di Italia melalui pemajangan berbagai literatur dan ekspresi seni Yunani dan Romawi pra-Kristen. Ciri khasnya adalah sikap keberagamaan yang inklusif. Model humanisme kedua dinamakan Neo-Humanisme yang berkembang pada abad ke-18 ketika para seniman, filsuf dan kaum intelektual melirik kembali masa Yunani dan Romawi klasik.
Lalu bagaimana arti humanisme dalam konteks kekinian? Saat ini, humanisme tidak lagi dihubungkan dengan orang-orang Eropa, yakni dengan kebudayaan Romawi dan Yunani kuno. Humanisme berkembang menjadi gerakan lintas budaya dan universal, dalam arti berbagai sikap dan kualitas etis dari lembaga-lembaga politik yang bertujuan membentengi maratabat manusia.



C. Fungsi humanisme
Dalam kaca mata humanisme, kita tidak perlu membedakan seseorang itu religius atau tidak, karena semuanya adalah makhluk yang berperasaan, yaitu manusia, dan oleh karenanya kita tidak akan pernah bersikap kejam kepada sesama manusia, meskipun mereka memeiliki kepercayaan kuat yang tidak dapat kita terima. Dengan humanisme, kita tidak diarahkan untuk menghargai seseorang atas dasar identitas, kepercayaan, idealisme, dan segala sesuatu yang menjadi kekhawatiran dan kebutuhannya Selain itu, humanisme juga sangat membenci kekejaman. Kekejaman tidak pernah dihalalkan oleh ajaran agama manapun. Tidak bertindak kejam berarti jangan pernah menyakiti orang lain kecuali Anda mendapatkan izin untuk melakukannya, misalnya dokter gigi, dokter bedah pada saat praktik,dsb.

D. Islam dan Humanisme
Wacana mengenai Islam dan humanisme menjadi penting untuk diperbincangkan kembali. Apakah Islam cenderung berlawanan dengan ajaran kemanusiaan? Bagaimana ada kemungkinan untuk membangun ruang dialog dalam upaya menghubungkan Islam dengan humanisme (ajaran kemanusiaan)? Upaya ini bertujuan untuk mengembangkan ajaran Islam agar lebih berwajah humanis dan berorientasi pada pemenuhan cita-cita kemanusiaan.
Jika kita perhatikan sebenarnya Islam tidak bertentangan dengan humanisme. Tugas besar Islam, sejatinya adalah melakukan transformasi sosial dan budaya-budaya dengan nilai-nilai Islam. Kita mengenal trilogi ”iman-ilmu-amal” ; artinya iman berujung pada amal/aksi, atau tauhid itu harus diaktualisasikan dalam bentuk pembebasan manusia. Pusat keimanan Islam memang Tuhan, tetapi ujung aktualisasinya adalah manusia. Dalam penyataan Cak Nur (1995), pandangan hidup yang teosentris dapat dilihat dalam kegiatan keseharian yang antroposentris.
Dalam pandangan Kuntowijoyo (1991), Islam adalah sebuah humanisme, yaitu agama yang sangat mementingkan manusia sebagai tujuan sentral. Humanisme adalah nilai dasar Islam. Ia memberikan istilah dengan ”Humanisme Teosentris”, dengan pengertian ”Islam merupakan sebuah agama yang memusatkan dirinya pada keimanan Tuhan, tetapi yang mengarahkan perjuangannya untuk kemuliaan peradaban manusia”. Islam sangat menjunjung tinggi rasionalisme. Untuk menghubungkan Islam dengan persoalan kemanusiaan dan humanisme maka teks keagamaan harus didekati secara rasional. Berbeda dengan Humanisme Teosentris, yang masih berangkat pada ajaran normatif agama --dengan pengandaian sudah final-- ”Humanisme Teistik”, sebagai istilah baru, memandang bahwa persoalannya terletak pada teks agama. Bagaimana sikap kita memperlakukan teks agar sesuai dengan konteks kekinian dan kemaslahatan (maslahah). Humanisme dalam Islam mengandung dua dimensi, yaitu ”rasionalitas” (rationality) dan ”pembebasan” (humanity). Dua dimensi ini harus melekat pada teks agama, yang perlu dicarikan pemaknaannya secara kontekstual. Benturan antara agama dan filsafat pernah didamaikan oleh Ibnu Rusyd, dalam tulisannya berjudul ”Fashl al-Maqal wa Taqrir ma Baina al-Syari’ah wa al-Hikmah min al-Ittisal”.
Bahkan Ibnu Rusyd menganjurkan penggunaan filsafat dalam memahami agama karena pendekatan ini akan sangat membantu dalam memahami agama. Rasionalitas inherent dalam makna teks, dan menjadi kebutuhan sejarah (historical necessity) saat ini. Agama adalah untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Pengamalan kita dalam beragama, di samping sebagai bentuk penyembahan dan kepasrahan total kepada Tuhan (aslama, islam), juga diorientasikan untuk membebaskan manusia dari segala macam ketidakadilan, penindasan, dan kemiskinan. Agama adalah jalan bagi kemungkinan untuk meneguhkan kemanusiaan ditegakkan di muka bumi ini. Dan semuanya tergantung pada bagaimana manusia membumikan makna agama ke dalam wilayah praksis dengan berangkat dari rasionalisasi teks.

E. Praktek Humanisme dalam Islam
Salah satu wujud dari humanisme dalam islam adalah adanya bagian dari syari’at islam yang berorientasi sosial. Sebagiannya berupa perintah dan yang lainnya berwujud larangan. Yang berupa perintah ada yang berderajat wajib dan ada yang sunnah. Sedangkan yang berupa larangan semuanya berderajat haram. Syari’at yang berupa perintah diantara adalah zakat dan shadaqoh. Sedangkan yang berupa larangan misalnya saja larangan berjudi, berzina, meminum khamr, ghibah, buruk sangka, marah, mencaci, berbuat dzolim, dengki, mengadu domba, memakan riba. Syari’at-syari’at ini berorientasi sosial karena nilai dan hikmah kemanusiaan yang terkandung di dalamnya. Adanya syari’at berupa zakat dan shadaqoh merupakan bukti bahwa islam adalah agama humanis. Karena dengan adanya syari’at inilah setiap muslim dituntut berjiwa humanis, yang mampu merespon penderitaan yang dirasakan oleh mereka yang kurang beruntung. Untuk kemudian mengulurkan tangannya. Sehingga mengejewantahlah keimanan dalam dirinya dalam amal sosial. Karena kasih sayang islamlah, maka islam menghendaki setiap muslim menyucikan jiwanya. Karena salah satu karakter mendasar manusia adalah ketika ditimpa kesulitan ia berkeluh kesah sedangkan jika ia dilimpahkan berbagai kenikmatan, ia kikir. Kecuali orang-orang yang tersucikan jiwanya. Setelah manusia tersucikan jiwanya, maka akan muncul sifat humanis dalam jiwanya. Karena jika seseorang selalu berkeluh kesah maka ia tidak akan pernah berpikir untuk memberi kebaikan pada orang lain. Begitu pula jika ia kikir. Humanisme islam dalam syari’at zakat dan shadaqoh dapat pula diartikan sebagai ruh agama ini yang selalu menginginkan kebaikan dan kebahagiaan bagi setiap manusia, dengan cara mengurangi beban penderitaan yang dialaminya. Begitu pula dengan syari’at islam yang berupa larangan yang berorientasi sosial. Maka di dalamnya terkandung pula nilai-nilai humanis. Dengan kebaikan dan kebahagiaan manusia sebagai ladang orientasinya. Islam melarang perjudian karena di dalamnya terkandung berbagai keburukan yang mengahancurkan nilai kemanusiaan. Perjudian akan menghilangkan rasa kasih sayang dalam diri manusia karena ia tegak di atas semangat kedzoliman. Setiap orang yang berjudi pasti menghendaki pihak lawan yang mengalami kekalahan. Sedangkan ia sendiri membenci kekalahan itu. Hal ini tentu akan mendatangkan sikap permusuhan, dan dendam untuk membalas kekalahan di lain waktu. Begitu humanismenya ajaran islam, hingga islam selalu menghendaki kebaikan bagi manusia dan ingin menjauhkan manusia dari sikap permusuhan, sejauh-jauhnya, seperti timur dan barat. Islam melarang praktik riba dalam mencari penghidupan duniawi. Karena riba adalah sistem ekonomi yang berpondasi kedzoliman dan keserakahan. Riba menghancurkan tatanan persatuan, persaudaraan dan tolong menolong dalam kehidupan masyarakat. Ia mengikis dan mengahancurkan rasa kasih sayang dalam jiwa manusia. Riba membuat para pemilik modal hidup berkecukupan bahkan bermewah-mewahan dari jerit tangis orang yang terlilit hutang kepadanya. Karena semakin lama hutangnya kian membengkak. Bunganya jauh melebihi modal yang dipinjamnya. Hingga kian sulitlah hutangnya itu untuk terlunasi. Jika sampai puncaknya tak juga terlunasi hutangnya itu, maka semua asset yang dimilikinya akan disita tanpa belas kasihan. Tak perduli akan menjadi seperti apa kehidupannya nanti. Islam melarang perzinahan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Perzinahan menjadikan tatanan hidup manusia hina seperti binatang. Hilang lenyap derajat kemulyaan manusia. Banyak bayi lahir tanpa tahu siapa ayahnya. Banyak remaja melakukan praktik aborsi. Banyak terjadi perceraian karena perselingkuhan. Banyak orang bunuh diri karena frustasi ditinggal kekasih setelah dihamili. Banyak terjadi pertikaian dan pembunuhan karena kecemburuan. Islam mengharamkan khamr karena ia melenyapkan akal sehat manusia. Dan menjadi cikal bakal aneka kemaksiatan dan kedzoliman lainnnya. Khamr memicu permusuhan dan pertikaian. Islam mengharamkan ghibah, dengki, mencaci maki, suudzon, marah, adu domba dan sebagainya karena ia mengikis bahkan mengahancurkan rasa kasih sayang dalam diri manusia. Semua penjabaran ini menjadi bukti empiris bahwa islam adalah agama humanis. Islam adalah agama yang menghendaki kebaikan dan bukan keburukan. Keteraturan dan bukan kekacauan. Keadilan dan bukan kesewenangan. Keseimbangan dan bukan ketimpangan. Kasih sayang dan bukan permusuhan. http://agama.kompasiana.com/2010/05/24/humanisme-dalam-islam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar