sip

sip
ditengah

Jumat, 23 April 2010

pengangguran

Jumat, 15 Januari 2010


pengangguran

BAB I

PENDAHULUAN

A . LATAR BELAKANG.

Perkembangan dan kemajuan teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera.Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi,meskipun istilah“teknologi” belum digunakan. Istilah “teknologi” berasal dari “techne “ atau cara dan logos” atau pengetahuan. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan pengetahuan tentang cara. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, puncak kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindari dalam kehidupan ini, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan.

Perkembangan memang sangat diperlukan.Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia.Memberikan banyak kemudahan, serta sebagai cara baru dalam melakukan aktifitas manusia.Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Namun manusia tidak bisa menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia.

Oleh karena itu untuk mencegah atau mengurangi akibat negatif kemajuan teknologi, pemerintah di suatu negara harus membuat peraturan-peraturan atau melalui suatu konvensi internasional yang harus
dipatuhi oleh pengguna teknologi.[1]

Berikut rumusan masalah yang akan kami sampaikan:

1. Pengaruh negative iptek terhadap kemanusiaan

2. Tingginya angka pengangguran di Indonesia

3. Solusi mengurangi pengangguran

4. Kesimpulan

BAB II

PEMBAHASAN

I. Pengaruh negative iptek terhadap kemanusiaan

Kita ketahui bahwa sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi.Seseorang menggunakan teknologi karena manusia berakal.Dengan akalnya ia ingin keluar dari masalah, ingin hidup lebih baik, lebih aman dan sebagainya.Perkembangan teknologi terjadi karena seseorang menggunakan akalnya untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapinya.Pada satu sisi, perkembangan dunia IPTEK yang demikian mengagumkan itu memang telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kemajuan peradaban umat manusia.Jenis pekerjaan yang sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis.Demikian juga ditemukannya formulasi-formulasi baru kapasitas komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktifitas manusia.

Ringkas kata kemajuan IPTEK yang telah kita capai sekarang benar-benar telah diakui dan dirasakan memberikan banyak kemudahan dan kenyamanan bagi kehidupan umat manusia.Sumbangan IPTEK terhadap peradaban dan kesejahteraan manusia tidaklah dapat dipungkiri.Namun manusia tidak bisa pula menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa IPTEK mendatangkan malapetaka dan kesengsaraan bagi manusia[2].Yang menjadi permasalahan saat ini adalah angka pengangguran yang tak terbsndung yang berdampak pada meningkatya pula angka kemiskinan.

2. Tingginya angka pengangguran di Indonesia

Yogyakarta, Kompas - Tahun ini, Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta akan mengentaskan 20.000 pengangguran.Ini merupakan peningkatan dari tahun lalu, yang baru bisa mengentaskan 18.000 orang.Langkah yang akan dilakukan dengan cara perintisan kerja sama antar instansi.Masalah pengangguran semakin kompleks dan tak hanya dihadapi generasi muda.Banyak orang tua yang harus kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja.Faktor tingginya jumlah pengangguran, menurut Paku Alam, karena banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor formal. "Begitu kehilangan pekerjaan di sektor formal,mereka menjadi kelabakan dan tidak bisa menciptakan pekerjaan sendiri," ujarnya.Angka pengangguran di Indonesia diperkirakan mencapai 20 juta orang atau hampir 15% jumlah angkatan kerja nasional.Angka ini diproyeksikan akan terus meningkat jika tidak ada langkah signifikan untuk mengatasinya.Jika kita amati seksama,kisruh penerimaan calon pegawai menjadi sipil (CPNS) yang beberapa tahun lalu mewarnai media cetak dan elektronik cukup memperhatinkan kita.Dengan munculnya KKN kerap menjadi alasan utama mereka melakukan protes.Mereka menganggap pemerintah tidak konsisten dan adil serta masih menetapkan pola-pola lama dalam seleksi CPNS.Di luar itu semua sebenarnya ada persoalan yang selama ini belum kita kerjakan secara serius yaitu masalah penganggguran.Orang berduyun-duyun dan berdesak-desakan melamar PNS adalah bukti konkret bagaimana pengangguran di Indonesia semakin nyataPekerjaan seakan seperti nyawa dalam kehidupan.Karena itu bekerja kemudian dianggap sebagai eksistensi manusia dalam masyarakat.[3]

Terungkap dari berbagai jajak pendapat yang dilakukan Kompas semenjak tahun 1999 hingga kini.Semakin besarnya tingkat kekhawatiran yang diekspresikan publik ini sekaligus kian menipiskan sikap optimisme mereka terhadap upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan lain, mereka merasa tidak yakin akan niat dan kemampuan pemerintah dalam mengatasi persoalan lapangan kerja di negeri ini.Lebih spesifik lagi, penganggur berpendidikan tinggi tersebut ternyata didominasi oleh sarjana dari beberapa cabang utama ilmu-ilmu sosial. Sedikit banyak, kondisi ini sebenarnya juga dipengaruhi oleh cara pandang sebagian masyarakat kita sendiri terhadap output sebuah sistem pendidikan tinggi. Fenomena penganggur bergelar sarjana berpotensi untuk memicu penilaian masyarakat luas bahwa intelektualitas kesarjanaan belum terlalu dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja di Indonesia.

Apalagi biaya pendidikan tinggi di Indonesia ternyata masih tergolong mahal, bahkan makin lama makin tidak terjangkau.Bisa-bisa masyarakat kita makin menempatkan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi sebagai prioritas terakhir dalam kebutuhan hidup di era persaingan tanpa batas ini,”Buat apa mengenyam pendidikan tinggi, kalau ujung-ujungnya hanya menjadi pengangguran?
. Dari sisi karakteristik konsumen pendidikan misalnya.Masih ada konsumen produk pendidikan yang berkuliah hanya demi memiliki gelar sarjana dalam waktu cepat dengan biaya tidak terlalu besar.Jumlahnya konsumen seperti ini masih sangat besar, bahkan hingga hari ini.[4]

3.Solusi mengurangi pengangguran

Ada beragam alasan yang mendorong rasa kekhawatiran mereka.

Pertama: berkaitan dengan semakin banyaknya kasus-kasus pemutusan hubungan kerja yang ada di sekeliling mereka.Sebagai gambaran, hasil jajak pendapat ini mengungkap tidak kurang dari 32 persen responden mengaku, dalam keluarga besar mereka sudah ada yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja semenjak krisis ekonomi bergulir.Proporsi tersebut semakin diperkuat pula oleh pengakuan 32 persen responden berstatus sebagai pekerja, yang mengungkapkan bahwa selama krisis ini kantor tempat mereka bekerja sudah pernah melakukan pemutusan hubungan kerja.

Kedua:kekhawatiran muncul oleh karena semakin gencarnya pemberitaan akhir-akhir ini yang mengungkapkan ancaman gelombang pemutusan kerja di beberapa tempat usaha.Kasus-kasus pemutusan hubungan kerja yang akhir-akhir ini mengancam di beberapa pabrik sepatu, misalnya, tidak kurang turut menjadi sumber kekhawatiran mereka.Hal yang sama juga mereka tunjukkan berkaitan dengan kepulangan ribuan tenaga kerja ilegal Indonesia dari Malaysia.Berbagai kasus yang datang secara beruntun tersebut mau tidakmau membayangi pemikiran mereka dan sekaligus meningkatkan rasa was-was mereka akan kemungkinan yang sama terjadi pada tempat usaha.

Untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran di atas,setidaknya kita perlu memperhatikan beberapa hal;

Pertama, peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Kedua, melakukan perluasan dan pengembangan kesempatan kerja.

Ketiga, peningkatan pelayanan bagi penduduk miskin,terutama masyarakat terpencil.

Keempat, peningkatan kualitas SDM dengan membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat agar mampu mengelola SDA yang ada.

Kelima, membuka akses ekonomi secara luas baik di tingkat regional maupun global.[5]

Ada dua hal mendasar lain yang perlu segera dilakukan saat ini.

Pertama: sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang selama ini menjadi kebijakan untuk mengatasi pengangguran,seperti kebijakan revitalisasi pertanian,pedesaan,perikanan,dan kelautan.Langkah ini sudah tepat, namun butuh tindakan nyata dan penjiwaan dari para anggota kabinet agar kebijakan ini benar-benar dapat diserap oleh angkatan kerja.

Tetapi, tindakan nyata melalui barometer PDCA (Plan-Do-Check-Act) dan penjiwaan dengan dasar GAIP (Goal-Action-Improvement- Persistence) maka kebijakan itu hanya sebatas dekorasi semata, seperti ungkapan:Jauh panggang dari api.
Kedua:revitalisasi keterlibatan (involvement) perguruan tinggi pada ranah orientasi.Artinya,perguruan tinggi saat ini dituntut mampu mengubah orientasi peserta didik dari pencari kerja menjadi pencipta kerja.Karena itu penambahan mata kuliah-mata kuliah kreativitasi perlu dipadatkan.

BAB III

KESIMPULAN

1. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan manfaat positif bagi kehidupan manusia namun manusia tidak bisa menipu diri sendiri akan kenyataan bahwa teknologi mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia.

Permasalahan saat ini adalah angka pengangguran yang tak terbendung yang berdampak pada meningkatnya pula angka kemiskinan.

2. Sedikit banyak,kondisi menumpuknya pengangguran kaum pendidikan sebenarnya juga dipengaruhi oleh cara pandang sebagian masyarakat kita sendiri terhadap output sebuah sistem pendidikan tinggi juga karena banyak tenaga kerja yang diarahkan ke sektor formal."Begitu kehilangan pekerjaan di sektor formal, mereka menjadi kelabakan dan tidak bisa menciptakan pekerjaan sendiri,"

3 . Untuk mengatasi persoalan kemiskinan dan pengangguran di atas,setidaknya kita perlu memperhatikan beberapa hal,diantaranya adalah:

a. Menciptakan kebijakan untuk mengatasi pengangguran,seperti kebijakan revitalisasi pertanian,pedesaan,perikanan dan kelautan.

b. Mengubah orientasi peserta didik perguruan tinggi dari pencari kerja menjadi pencipta kerja.Karena itu penambahan mata kuliah-mata kuliah kreativitasi perlu dipadatkan.

DAFTAR PUSTAKA

1.Azmilfile:///C:/Documents%20and%20Settings/Administrator/My%20 Documents/open.php.htm diakses 10 Januari 2010

2.http://gusjf.blogspot.com/2008/03/mengurai-pengentasan-kemiskinan_13.html diakses 10 Januari 2010

3. http://kaltarabloggers.aimoo.com diakses 10 Januari 2010

4. Tigor,Tambunan,Intelektualitas di Ujung Tanduk Ketenagakerjaan Bagian (1) ,http://www.bisnisbali. htcom/2008/08/05/news/opini/aer.http

3 Tigor,Tambunan,Intelektualitas di Ujung Tanduk Ketenagakerjaan Bagian (1) ,http://www.bisnisbali. htcom/2008/08/05/news/opini/aer.http

PEMGARUH IPTEK PADA KAONDISI EKONOMI

Makalah ini Dibuat untuk memenuhi tugas


Semester pada mata kuliah MSI

DODEN PEMGAMPU

DIAH HAMDAYAMI, MSI

(STAIN)KEDIRI

Disusun Oleh :

Ahmad Wahidin 903300309

Jurusan Ushuluddin Program Studi Tafsir Hadits

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

KECIRI PRIODE2009-2010


[1] http://kaltarabloggers.aimoo.com

[2] http://kaltarabloggers.aimoo.com

.
3. A zmil file:///C:/Documents%20and%20Settings/Administrator/My%20Documents/open.php.htm

[4]. Tambunan Tigor.{ Intelektualitas di Ujung Tanduk Ketenagakerjaan Bagian (1) },http://www.bisnisbali. htcom/2008/08/05/news/opini/aer.http

5. http://gusjf.blogspot.com/2008/03/mengurai-pengentasan-kemiskinan_13.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar