sip

sip
ditengah

Jumat, 23 April 2010

TEOLOGI ISLAM

Jumat, 15 Januari 2010
ilmu kalam

BAB I

SEJARAH TIMBULNYA PERSOALAN-PERSOALAN TEOLOGI

DALAM ISLAM

Ketika Nabi Muhamad SAW menyiarkan ajaran –ajaran islam yang beliau terima dari Allah SWT di mekah, kota ini mempunyai system kemasyarakatan yang terletak dibawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Bahwa selama di Mekah Nabi Muhamad hanya mempunyai fungsi kepala agama dan tak mempunyai fungsi kepala pemeintahan karena kekuasaan politik yang ada di sana belum dapat dijatuhkan pada waktu itu. Di Madinah sebaliknya, Nabi disamping menjadi kepala agama juga menjadi kepala pemerintah. Beliau yang telah mendirikan kekuasan politik yang dipatuhi di kota ini sebelum di madinah tak ada kekuasaan politik.

Ketika Beliau wafat tahun 632 M, daerah kekusaan Madinah bukan hanya terbatas pada kota itu saja, tapi boleh dikatakan melipti semenanjung Arabia.

Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar yang disetujui oleh masyarakat islam diwaktu itu menjadi penggati kholifah nabi dalam mengepalai Negara mereka. Kemudian AbuBakar digantikan oleh Umar Ibnu Al- Khotob dan Umar digantikan oleh Usman bin Affan.

Usman termasuk dalam golongan pedagang Qurais yang kaya. Kaum keluarganya terdiri dari orang Aristokrat Mekah yang mempunyai pengetahuan tentang administrasi dalam pengalaman dagang mereka. Ahli sejarah menggabarkan Usman sebagai orang yang lemah dan tak sanggup menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh. Ia mengangkat mereka menjadi gubernur di daeragh yang tunduk pada kekusaan islam.

Setelah Usman wafat sebagai calon terkuat menjadi kholifah yang keempat. Tetapi segera mendapat tantangan dari pemuka – pemuka yang ingin pula menjadi kholifah, terutama Talhah dan Zubair dari Mekah yang mendapat sokongan dari Aisyah.

Tantangan dari Muawiyah, Gubernur Damaskus dan keluarganya yang dekat bagi Usman. Ia menuntut pada Ali untuk menghukum pembunuh – pembunuh Usman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan itu.Pada waktu itu yang membunuh Usman adalah Muhamad Ibnu Abi Bakar merupakan anak angkat dari Ali Ibnu Thalib.

Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di Siffin,tentara Ali dapat mendesak tentara Muawiyah sehingga mereka lari.Tetapi tangan kanan MuawiyahAmr Ibn Al-‘As yang terkenal licik, meminta berdamai dengan mengangkat al- qur’an ke atas. Dan dri pihak Ali menerimanya utuk berdamai dengan mengadakan arbitrase.

Sikap Ali menerima untuk mengadakan arbitraseini,tidak disetujui oleh sebagian tentaranya. Mereka berpendapat bahwa hal serupa tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia.

Mereka memandang Ali telah berbuat salah, oleh karena itu mereka meninggalkan barisanya. Golongan inilah dalam sejarah islam terkenal dengan nama al- Khaarij (memisahkan diri / seceders).

Persoalan ini menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam, pertama aliran khoarij yang mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir atau tegasnya murtad dan oleh karena itu wajib di bunuh.

Aliran kedua ilalah aliran Murjiah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir.

Kaum Mu’tajilah sebagai aliran ketiga tidak menerima pendapat – pendapat di atas. Bagi mereka orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi pula bukan mukmin, dan dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah almanzilaah bain al manzilatai.

Aliran Mu’tajilah yang bercorak rasional ini mendapatkan tantangan keras dari golongan tradisional islam, terutama golongan Hambali. Tentang ini kemudian mengambil bentuk aliran aliran tradisional yang disusun oleh Abu al- Hasan al- Asyari (935 M) Al- Asyari sendiri pada mulanya seorang mu’tajilah, tetapi miturut riwyatnya setelah melihat dalam mimpi bahwa ajaran mu’tajilah dicap nabi sebagai ajaran yang sesat. Asyari meninggalkan ajaran itu dan membentuk ajaran baru yang terkenal dengan nama teologi al- Asyariah.

Dengan demikian aliran teologi penting yang timbul dalam islam ialah aliran Khawrij, Murji’ah, Mu’tajilah, Asy’ariah dan Maturidiah. Aliran yang masih ada sampai sekarang ialah aliran Asy’ariah dan Maturidiah, dan keduanya disebut Ahli Sunah wa al-Jam’ah.

BAB II

KAUM KHAWARIJ

Nama Khawarij berasal dari kata khoroja yang berarti keluar, karena mereka keluar dari barian Ali. Tetapi ada pula pendapat yang mengatakn bahwa pemberian nama itu didasarkan atas ayat 100dari surat al-nisa, yang daamnya disebutkan “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rosulnya “.

Dalam lapangan ketatanegaraan mereka mempunyai paham berlawanan dengan paham yang ada pada waktu itu. Mereka lebih bersipat demokratis, karena menurut mereka kholifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam dan siapa saja yang sanggup asal orang isla. Khalifah yang terpilih terus memegang jabatannya selama ia bersikap adil dan menjalankan syariat islam.

Kaum Khawarij pada umumnya terdiri dari ;rang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang serba tandus membuat mereka bersipat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani dan bersikap merdeka, tidak bergantun kepada orang lain. Ajaran –ajaran islam terdapat al- qu’an dan hadis mereka artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya, oleh karena itu iman dan paham mereka sangat seder hana pemikiran lagi sempit akal serta fanatic.

Disinilah letak penjelasannya kaum Khawarij mudah terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil diantranya:

1. Al- Muhakimah.

Al-Muhakimah adalah golongan Khawarij asli terdiri dari pengikut- pengikut Ali. Mereka berpandanga orang yang berbuat zina telah menjadi kafir dan keluar dari isalam. Begitu pula membunuh sesame manusia tanpa sebab yang sah adlah dosa besarb dan dihukumi keluar dari islam.

2. AlAzariqah.

Golongan ini lebih radikal dari Al Muhakamah, mereka memakai term musyrik atau polytheist, dan musyrik ini melebihi dari kafir.

Mereka berpandangan semua orang isalm yang tak sepaham dengan dirinya dan orang yang sepaham dengan dirinya, tetapi tidak mau hijroh dalam lingkungan mereka juga dipandan musyrik, bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak dari anak yang dipandang musyrik dan boleh membunuhnya

.

3. Al- Najdat.

Najdat, berlainan dengan kedua golongan di atas. Mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanya orang islam yang tak sepaham dengan golonganya.

Dalam lapangan politik Najdat berpendapat bahwa adanya imam perlu, hanya jika maslahat menghendaki. Dalam hal ini sebenarnya mereka dekat dengan ajaran komunisme yang mengatakan bahwa Negara akan hilang dengan sendirinya dalam masyarakat komunis

4. Al- Ajaridah

Mereka adalah pengikut dari Abdul al- Karim Ibn Ajrad dan mereka ini mempunyahi paham puritansme. Mereka mengatakan “Sesungguhnya surah Yusuf bukan sebagi dari al- qu’an “. Karena mereka berpandangan ,”Al- qu’an adalah kitab suci yang tak mungkin mengandung cerita cinta,” Bagi mereka Tuhanlah yang menimbulkan perbuatan- perbuatan manusia tidak dapat menentang kehedak tuhan.

5. Al- Sufriah

Pemimpin golongan ini adalah Ziad ibn al- ASfar. Hal-hal yang membuat mereka kurang ekstrim dari yang lain pendapat sebagai berikut:

1. Orang Sufria yang tidak hijroh tidak di pandang kafir.
2. mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh
3. Mereka membagi dosa besar dalam dua golongan, pertama dosa yang ada sangsinya di dunia, seperti membunuh dan zina dan ini tidak dianggap kafir. Kedua dosa yang tak ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan solat dan puasa dan dosa ini akan menjadi kafir.
4. Kufur dibagi dua : Kufur bin ingkar al- ni’mah yaitu mengingkarirahmat tuhan dan kufur bi ingkar al- rububiah yaitu mengingkari Tuhan.
5. Taqiah hanya boleh dalam bentuk perkatan dan tidak dalam bentuk perbuatan.
6. Untuk keamanan dirinya perempuan islam boleh kawin dengan laki-laki kafir di daerah bukan islam

6. Al- Ibadiyah

Golongan ini adalah golongan yang lebih modrat dari seluruh golongan khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Bin Ibadpada tahun 686 M. Dan golongan ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, Uman dan Arabia Selatan.

BAB III

KAUM MURJIAH

Kaum Murjiah pada mulanya juga ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khilafah yang membawa perpecahan di kalangan umat islam setelah Usman Ibn Affan mati terbunuh.

Dalam lapangan politik ini mereka berpindah pada lapangan teologi. Persoalan dosa besar, kalau pendapat kaum khawarij menjatuhkan hukum kafir kepada orang yang melakukannya, sedang kaum Murjiah menjatuhkan hukum mukmin bagi orang yang serupa itu Dengan kata lain orang yang serupa itu tetap mengucapkan kedua syahadah yang menjadi dasar dari iman. Oleh karena itu orang yang berdosa besar tetap mukmin bukan kafir.

Pada umumnya kaum Murjiah dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.

Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang dosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya.

Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberi definisi iman sebagai berikut : Iman ialah pengetahuan dan pengakuan Tuhan,Rosul-rosulnya dan tentang segala apa yangdatang dari tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam perincian. Definisi yang diberikan Abu Hanifah ini menggabarkan semua iman manusia itu sama, tidak ada bedanya.

Bagi al-Salihiah, pengikut- pengikut Abu al- Hasan al- Salihi, iman adalah mengetahu Tuhan dan kafir adalah tidak mengetahui pada Tuhan. Dalam pengertian mereka sembahyang tidaklah merupakan ibadah keoada Allah, karena yang disebut ibadah ialah iman kepadanya dalam arti mengetahuin Tuhan.

Al- Baghdai menerangkan bahwa dalm pendpat al-Salihah,sembahyang, zakat, puasa dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah yang di sebut hanyalah iman.

Menurut Al-Sy’ari sendiri iman ialah pengakuan dalam hati tentang keesaan Tuhan dan tentang kebenaran Rosul-rosul serta segala pa yang mereka bawa. Mengucapkan dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun isalam merupakan cabang dari iman.

Paham yang sama diberikan oleh al- Baqhdadi ketika ia menerangkan bahwa ada 3 macam iman.:

1. Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka : Yaitu mengetahui Tuhan, kitab, rosul-rosul,kabar baik dan buruk, sifat-sifat Tuhan dan segala keyakinan lain yang diakui dalam syariat.
2. Iman yang mewaajibkan adanya keadilan dan yang meleyapkan nama fasik dari seseorang serta yang melepaskannya dari neraka : yaitu mengerjakan segala yang wajib dan menjahui segala dosa besr.
3. Iman yang membuat seseorang memperoleh prioritas untuk langsung masuk surga tanpa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunah dan menjahui segala dosa.

Pendapat dari Ahli Sunah golongan Maturidah, Al- Bazdawi: Iman adalah kepercayaan dalam hati dinyatakan dengan lisan. Kepatuhan pada printah-printah tuhan merupakan akibat dari kepercayaan atau iman.

Dengan kata lain,dalam pendapat al- Bazdawi. Iman adalah kunci untuk masuk surga, sedang amal akan menentukan tingkatan yang dimasuki seseorang dalam surga.

BAB IV

QODARIYAH DAN JABARIYAH

Menurut paham Qodariyah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.dengan demikian nama Qodariyah berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

Kaum Jabariyah berpendapat sebaliknya, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya (kehendak mutlak Tuhan). Jadi nama Jabariyah berasal dari kata jabaro yang mengandung artimemaksa.

Menurut Ghaila, manusia berkuasa atas perbuatannya, manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-perbutan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjahui perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendir.

Menurut Jaham, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbut apa-apa, manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan, manusia dalam perbuatan- perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasan, kemauan dan pilihan baginya. Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat”bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam arti majaz atau kiasan, tak ubahnya sebagai mana disebut, air mengalir batu bergerakmatahari terbit dan sebagainya. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang dipaksa atas dirinya termasuk di dalamnya perbuatan-perbuatan seperti mengerjakan kewajiban menerima pahala dan menerima siksa.

BAB V

KAUM MU’TAJILAH

Kaum Mu’tajilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis islam”.

Berbagi analisadiajukan tentang pemberian nama Mu’tajilah kepada mereka. Uraian yang bisa disebut buku- buku ‘ilm al kalam berpusat pada peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibnu “ato srta temannya ‘Amar ‘Ubaid dan Hasan al- Basri di Basroh.Wasil selalu mengikuti pelajaran –pelajaran yang diberikan Hasan al- Basri di masjid Basroh. Pada suatu hari dating seorang bertanya msngenai pendapatnya tentang yang berdosa besar. Ketika Hasan al- Basri masih berpikir, Wasil mengeluarkan pendapetnya sendiri dengan mengatakan :”Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara keduanya “kemudian ia berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al Basri pergi ke tempat lain di masjid, Dengan demikian golongan ini disebut kaum Mu’tajlah.

Disamping keterangan – keterangan kelasik ini ada teori baru dimajukan oleh Ahmad Amin.Nama Mu’tajilah sudah ada terdapat sebelum adanya pristiwa Wasil dengan Hasan al- Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi di antara dua posisi. Kalau itu dipakai sebagai designate terhadap golongan orang –orang yang tak mauturut campur dalam pertikaian – pertikaiyan politik yang terjad di zaman Usman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Talib.

Dengan demikian golongan Mu’tajilah pertama ini mempunyai cara politik. Dan dalam pendapat Ahmad Amin, Mu’tajilah kedua, yaitu yang ditimbulkan Wasil, juga mempunyai corak politik, karena mereka, sebagai kaum khawarij dan kaum Murjiah juga membahas praktek politik yang dilakukan Usman, Ali, Mu’awiyah dan sebagainya. Perbedaan antara keduanya adalah bahw Mu’tajilah kedua menambahkan persoalan – persoalan tentang teologi dan falsafat kedalam ajaran dan pemikiran mereka.

Al- Nasysyar berpendapat bahwa nama Mu’tajilah betul timbul dalam lapangan pertentangan politik islam terutama antara Ali dan Mu’awiyah tetapi nama itu tidak dipakai satu golongan. Argumenyang dimajukan al-Nasysyar ialah bahwa kata- kata I’tazala dan mu’tajilah terkadang dipakai untuk orang yang menjauhkan diri dari peperangan. Orang yang demikian pada hakekatnya menjauhkan diri dari masyarakat umum dan memusatkan pikiran pada ilmu pengetahuan dan ibadah. Diantara orang -orang yang serupa ini terdapat dua orang dari cucu nabi yaitu Abu Hsiym. Jadi menurut Al- Nasysyar, golongan Mu’tajilah kedua timbul dari orang yang mengasingkan diri untuk ilmu pengetahuan dan ibadah.

Ajaran pertama yang dibawa Wasil tentulah paham al- manjilah bain al manjilatain dalam arti menengah atau bukan kafir dan bukan mukmin, tapi fasiq bagi orang yang berdosa besar.

Ajaran yang kedua adalah paham Qodariyah yang dianjurkan oleh Na’bad dan Ghailan.Tuhan, kata Wasil bersifat bijak sana dan adil. Ia tidak dapat berbuat jahat da n zalim. Tidak mungkin menghendaki supaya manusia berbuat hal hal yang bertentangan dengan perintah-Nya. Dengan demikian manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatn baik dan perbuatan jahatnya. Iman dan kufurnya,kepatuhan dan tidak kepatuhan kepada Tuhan. Dsn untuk terwujudnya perbuatan perbuatan itu Tuhan memberikan daya dan kekuatan kepadanya. Wasil kelihatannya paham ini dari Ghailan melalui Abu Hasyim Abdullah Ibnu Muhammad Al- Hanafiah.

Ajaran Wasil yang ketiga mengambil bentuk peniadan sifat-sifat Tuhan sebenarnya bukan sifat yang mempunyai wujud tersediridi luar zat Tuhan,tetapi sifat yang merupakan esensi Tuhan. Ajaran ini sebenarnya belum matang matang dalam pikiran Wasil, kemudian disempurnakan oleh ppengikutnya

Menurut al malati, Wasil mempunyai dua murid yang masing- masing bernama Bisyer Ibn Sa’id dan Abu Usman al Za’faron. Dari kedua murid inilah dua pemimpin lainnya, Abu Alhazil Al- Alaf dan Bisyr Ibn Mu’tamar menerima ajaran Wasil. Bisyr sendiri kemudian menjadi pemimpin Mu’tajilah cabang bagdad.

Abu Hazil tetap di Basroh dan menjadi pemimpin kedua dari cabang Basroh setelah wasil.Ia lahir di tahun 135 H. dan wafat di tahun 235 H. Dan banyak berhubungan dengan filsafat Yunani. Pengetahuannya tentang logika membuat ia menjadi pendebat mahir dalam melawan golongan majusi dan sebagainya.

Abu Al- Hazil menjelaskan tentang peniadan sifat- sifat Tuhan. Menurut paham Wasil, Kepada Tuhan tak mungkin diberikan sifat yang mempuyai wujud tersendiri dan melekat pada zat Tuhan bersifat qodim maka yang mekekat pada zat itu bersifat qodim pula. Dengan demikian sifat adalah bersifat qodim.

Ini menurut Wasil akan membawa pada adanya dua Tuhan, Karena yang boleh bersifat qodim hanyalah tuhan, dengan kata lain, kalau ada satu yang bersifat qodim, maka itu mesti Tuha.

Selanjutnya Abu Hazil berpendapat bahwa manusia dengan mempergunakan akalnya, dapat dan wajib mengetahui Tuhan. Oleh karena itu kalau manusia lalai dalam mengetahui Tuhan, Ia wajib diberi ganjaran. Dalam hal ini Abu Al- Hajil dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang nengagungkan kekuatan akalnya, sehingga manusia dengan perantaraan akalnya dapat mengetahui adanya tuhan daan dapat membedakan perbuatan –perbuatan baik dari perbuatan –perbuatan buruk tanpa adanya dan turunya wahyu dari Tuhan

Tuhan menciptakan manusia karena sebuah hikmah dan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia itu sendiri. Dari sini timbulah satu ajaran lain yang penting dalam aliran Mu’tajilah yaitu paham Al- salah wa al- salah dalam arti Tuhan wajib mewujudkan yang baik bahkan yang terbaik untuk kemaslahatan manusia dan mustahil Tuhan berbut zalim dan berdusta pada manusia.

An- Nazzem, berlainan dengan gurunya Abu al- Huzail, berpendapat bukan hanya mustahil bagi Tuhan bersikap zalim, bahkan Tuhan tidak berkuasa untuk bertindak zalim. Oleh karena itu Al- Nazzam berpendapat bahwa tuhan tidak bisa dan tidak sanggup berbut yang baik.

Mengenai Mu’jizat ia berpendapat bahwa al- qu’an dalam gaya dan bahasa tidak merupakan mu’jizat, al qu’an merupakan mu’jizat hanya dalam isi. Jika sekiranya Tuhan tidak mengatakan bahwa tidak ada manusia yang akan sanggup membuat karangan yang lebih bagus dari al qu’an, mungkin akan ada manusia, kata An- Nazzam yang akan dapat membuat karangan yang lebih bagus dari al- qu’an dalam gaya dan susunan bahasa.

Seperti Abu Al- Hazail, Ia juga berpendapat bahwa Tuhan tanpa adanya wahyu dapat diketahui manusia dengan perantaraan kekuatan akal. Demikian pula halnya dengan perbutan buruk dan perbutan baik.

Kaum Mu’tajilah berpendapat bahwa al- qu’an yang dalam istilah teolgi disebut kalam Allah, bukan qodim atau kekal, tetapi hadis dalam arti baru dan diciptakan Tuhan. An- Nazzam memberi penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan kalam atau sabda Than. Kalam adalah suara yang tersusun dari hurup – hurup dan dapat didengar. Suara bersipat baru bukan bersipat kekal dan adalah ciptaan Tuhan. Inilah yang dimaksud Kaum Mu’tajilah dengan al- qu’an di ciptakan dan bukan kekal.

BAB VI

AHLI SUNAH DAN JAMA’AH

Term Ahli Sunah dan Jama’ah, yaitu golongan yang berpegangan pada sunah lagi merupakan mayoritas, sebagai lawan bagi golongan Mu’tajilah yang bersipat minoritas dantidak kuat berpegang pada sunah.

Maka sunah dalam Term ini berarti hadis.Dan jama’ah berarti mayoritas sesuai dengan tafsiran yang diberikan Sadr Al- Syariah Al- Mahbubi yaitu ‘ammah al-muslimin dan jama’ah al- kasir wa al sawad al- azam (jumlah yang besar dan khalayak ramai).

Bagai mana pun yang dimaksud dengan ahli sunah dan jama’ah di dalam lapangan teologi islam adalah kaum Asy’ariah dan kaum Maturidi.

Abu Al- Hasan Ali Ibn Isma’il al- Asy’ari Lahirdi Basroh di tahun 873 Mdan wafat di bagdad pada tahun 935 M. Pada mulanya ia adalah murid Al- Jubba’I dan salah seorang terkemuka dalam golongan Al- Mu’tajilah sehingga menurut Al- Husain Ibn Muhamad Al- ‘AskariAl- Jubba’I berani mempercayakan perdebatan dengan lawan kepadanya.

Tetapi dengan sebab- sebab yang tidak begitu jelas Al-As’ari, sungguh pun telah puluhan tahun menganut paham Mu’tajilah, akhirya meninggalkan ajaran Mu’tajilah. Sebab yang biasa disebut yang berasal dari Al- Subki dan Ibnu ‘Askar, ialah pada suatu malam bermimpi, dalam mimpi itu Nabi Muhamad mengatakan padanya bahwa madzhab ahli hadis lah yang benar dan madhzab Mu’tajilahlah yang salah.

TEOLOGI ISLAM

Resume ini Dibuat untuk memenuhi tugas Semester

pada mata kuliah “PPKN”

Disusun Oleh :

Ahmad Qorib Yunus 903300209

Jurusan Ushuluddin Program Studi Tafsir Hadits

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

(STAIN) KEDIRI

2009

1 komentar: